-Catatan Ramadhan 2014-



**Ramadhan tiba.. Ramadhan tiba.. Ramadhan tiba.. "Marhaban ya Ramadhan!!"**

Aku menikmati kembali Ramadhanku yang ke-22. Melihat kebelakang seluruh nikmat Alloh SWT yang diberikan secara cuma-cuma kepadaku. Sungguh, nikmat mana lagi yang harus aku dustakan? Alloh memberikannya secara gratis tanpa aku harus menabung untuk membeli. Tanpa aku harus tersungkur untuk memperjuangkannya. Alloh, hinakah aku yang selalu merasa kurang?

Ramadhan ini begitu istimewa bagiku. Statusku yang tak lagi sendiri menambah kekhusu’an hati untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang harus lebih matang dan bersikap dewasa. Merencanakan lebih matang apa yang akan dilakukan di masa depan tanpa menelantarkan keluarga. Bersikap lebih dewasa dalam menyikapi masalah kehidupan dan rumah tangga. Sungguh Alloh, nikmat mana lagi yang harus aku dustakan?

Ramadhan ini terasa begitu cepat setiap harinya. Tanpa terasa luruh satu satu hari dalam dua puluh empat jam,  seribu empat ratus empat puluh menit dan delapan puluh enam ribu empat ratus detik. Semua berjalan terlalu cepat. Mungkin karena pekerjaanku yang padat? Mungkin karena aku terlampau menikmatinya? Atau mungkin karena hafalan yang ku pupuk setiap hari tak jua bertambah banyak?

Seperti biasa, saat Ramadhan banyak sekali tayangan TV yang menampilkan beragam aktifitas manusia dengan pengalaman religinya. Entah dibalut dengan dunia akting bertajuk sinetron, kuis ramadhan, lelucon maupun pengajian di berbagai tempat dengan beragam pemateri. Saat-saat Ramadhan merupakan salah satu moment dimana aku bisa menikmati apa yang aku saksikan di TV. Saat dimana aku ingin berbenah diri dengan semakin cerdas memilih tayangan TV. Meski tetap saja aku tak bisa menyukai ragam acaranya juga. Dan lebih tertarik membaca berita lewat media sosial yang menurutku lebih berbobot dan pantas untuk di baca (bacalah berita-berita yang baik dan bermanfaat).

Berbeda dengan tahun ini. Ada satu acara TV yang sangat aku tunggu setiap harinya. Bahkan, jika aku terlambat menyaksikan, aku akan memilih menyaksikannya lewat TV streaming di kantorku. Hafidz Qur’an. Begitu salah satu strasiun TV member judul pada program acaranya.

Banyak hal yang bisa aku dapat dari acara ini. Tentu berkaitan dengan nilai religi. Terutama bagaimana kita mengkaji dan menghafal al-qur’an. Subhanalloh

Di sana aku melihat pejuang-pejuang kecil itu dengan hati berani berjihad lewat hafalan Qur’annya. Di sana aku menyaksikan para Bunda sebagai madrasah awal putra-putrinya. Di sana aku merasakan kehadiran malaikat yang senantiasa memberkahi dan membimbing malaikat kecil beserta keluargannya. Sebuah cinta yang tak akan terbeli dengan apapun jua di jagad raya ini. Kasih orang tua yang selalu semangat mendampingi putra-putrinya melantunkan satu satu huruf yang terangkai dalam ayat Al-Qur’an nan indah. Sungguh! Hati ini tergetar mendengar mereka bersuara. Dengan lantang. Dengan keteguhan hati. Hati yang telah terikat dengan Al-Qur’an. Subhanalloh

Aku menangis. Aku malu! Sungguh betapa aku malu atas apa yang aku miliki. Atas apa yang sudah sepantasnya aku lakukan di jauh hari. Jangankan untuk menghafal, melafalkannya pun terkadang terlalu payah termakan lelah bekerja seharian. Alloh, maka ampunilah diri yang kotor ini. Sungguh aku bukan siapa-siapa tanpa berkah dan nikmat yang Engkau beri setiap harinya kepadaku. Hambamu yang terlalu hina ini Alloh. Ampuni hamba.

“Sesungguhnya, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang paling mudah untuk di hafalkan,” ujar salah satu Syeh, juri dalam acara tersebut. Lagi-lagi aku menangis. Aku terlalu takabur dengan kemampuanku. Terlalu takabur dengan apa yang aku miliki. Bukankah Alloh akan dengan mudah mencabutnya dariku? Astaghfirulloh, bukannya Alloh yang maha Memiliki atas apa yang aku miliki? Lantas, bagaimana jika semua lenyap dari pandanganku, pendengaranku, perasaanku, dan semua yang aku miliki? Apa yang akan tersisa selain apa yang terekam dalam memoriku? Dan bagaimana rapuhnya memoriku jika Alloh juga mencabutnya dariku? Sungguh, sebaik-baik memori adalah memori tentang kebaikan. Sebaik baik memori adalah hafalan Al-Qur’an. Hafalan yang akan menjadi bekal di kemudian hari. Hafalan yang akan menjaga kita sehidup semati. Alloh, maka berkahilah para penghafal Al-Qur’an. Limpahkan rezeki dan rahmat seisi jagad raya ini. Karena hamba begitu iri dengan mereka Alloh, hamba begitu iri dengan pejuang kecil itu menghafal setiap hurufnya. Ampunilah dosa mereka Alloh. Ridhoilah jihadnya. Jihad agar mereka bisa kembali ke jalan Engkau dengan khusnul khotimah.

Ada sebuah cerita yang membuat saya tak berhenti menangis saat itu. Sepotong episode dimana ada seorang peserta hafidz qur’an yang memiliki ibu seorang mu’allaf. Betapa beruntungnya beliau memperoleh putra bak mutiara. Betapa beruntungnya sang ibu bisa belajar bersama sang putra mengeja satu persatu huruf hijaiyah bersama putra emasnya. Beliau berkata :”Saya mu’allaf, dan saya banyak belajar dari putra saya. Kami belajar bersama mempelajari IQRO hingga Al-Qur’an. Dan betapa bangganya saya. Sungguh. Memiliki putra hafidz Qur’an meski belum sempurna. Karena kesempurnaan itu milik Alloh SWT,” disambut tepuk tangan penonton di studio. Taukah? Hati ini tertusuk manakala mendengar penuturan tulus sang ibu. Ia yang terus menundukkan kepalanya. Tawadu’nya. Sopan santunnya. Dan bagaimana dengan aku? Aku yang terlahir islam namun semangatku tak lebih baik dari sang ibu itu. Sungguh aku malu! Sungguh aku merasa tertampar! Alloh, muliakanlah mereka para orang tua yang menjadi panutan putra-putrinya. Yang dapat memberikan contoh yang baik untuk putra putrinya. Ampuni mereka Alloh. Sediakanlah surga untuk membalas jasa mereka. Para orang tua yang sholeh dan sholehah.

Alloh, betapa irinya hamba untuk dapat menjadi ibu teladan putra-putri hamba kelak. Betapa inginnya hamba memiliki putra putri sholeh sholehah seperti apa yang hamba lihat. Mereka yang berusia 3-7 tahun namun sudah menjadi penghafal qur’an. Mereka yang tanpa lelah belajar mengkaji dan bersuara emas saat mengaji. Sungguh Alloh, hamba begitu iri. Maka tolong, hadirkan buah hati untuk hamba yang dapat menjadi cahaya dalam jagad raya ini. Dengan hafalan Al-Qur’annya. Dengan sikap santunnya. Dengan rasa tawadu’nya. Tolong jadikan hamba orang tua yang dapat menjadi madrasah utama yang baik untuk putra putri hamba nantinya. Amin

Untuk suami hamba yang terbaik, jadikan beliau pemimpin keluarga yang dapat menuntun hamba untuk selalu berbuat baik. Melatih hamba untuk senantiasa dekat dengan Engkau. Mudahkan beliau untuk mengkaji dan memperdalam Al-Qur’an. Mudahkanlah beliau untuk menjadi Qiro’ yang baik sehingga dapat menjadi imam yang khusu’ dalam setiap sujud hamba ya Alloh. Istiqomahkan hatinya untuk terus belajar. Lapangkan hatinya Alloh. Jagalah hafalannya. Semoga suami hamba yang terbaik akan menjadi sahabat hamba di hidup dan mati hamba. Bukan hanya di dunia saja. Amin

NB: Sayangku, Suamiku. Ayok kita sama-sama meraih kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh kebahagiaan itu sangat dekat dengan nadi kita. Hanya saja, mungkin kita kurang bersyukur, mungkin saat kita akan meraihnya hati kita goyah untuk menuju ke sana dan lebih memilih berbelok ke arah lain. Sayang, entah engkau membaca atau tidak aku masih merindukanmu sepagi ini. Merindukan kita belajar mengaji setiap hari. Merindukan semangatmu membaca Al-Qur’an. Merindukan engkau mengajakku untuk mengaji. Sungguh sayang, aku selalu menantikan itu. Masa yang akan selalu indah dan terasa romantis di bandingkan dengan kata-kata apapun yang terangkai indah di dunia ini. Masa yang romantis karena Alloh berada di sekililing kita. Melihat kita. Tersenyum kepada kita. Lewat hati yang lapang Alloh memberi bahagia kepada kita. Suamiku, jangan lelah untuk mencoba. Karena aku selalu menunggumu di surau ini. Untuk mengaji.

Suamiku, ambillah hikmah dalam ramadhan yang berkah ini. Dimana kita belajar berbagi dan melengkapi. Menjadi keluarga yang utuh, meski belum sempurna utuh. Meski kita berjauhan, angkatlah tanganmu dalam setiap doa-doamu. Bulirkan sebuah doa “Wahai Alloh, Engkau yang menggenggam hati-hati yang berhati. Maka hamba tak pernah takut untuk berjuang demi keluarga hamba. Karena hamba yakin, Engkau sang maha Pemberi dan Pengasih. Engkau yang mengatur rezeki dalam setiap jiwa-jiwa manusia di muka bumi. Ya Robbi, maka mudahkanlah urusan hamba. Maka lancarkanlah rezeki hamba. Sungguh! Turunkanlah rezeki-rezeki yang masih tertahan diatas sana. Atas sikap hamba yang masih dekat dengan hina dan dosa. Tapi Alloh, hamba yakin Engkau sang Pengasih. Ampuni dosa hamba di masa lalu. Hamba berserah Alloh. Hamba hanya mampu berusaha dan menjalani apa yang ada dihadapan hamba. Menjalani dengan ikhlas dan niat untuk kebaikan atas nama Engkau ya Alloh. Maka tolong. Mudahkanlah. Lancarkanlah. Turunkanlah rezeki yang halalan toyyiban untuk hamba. Hamba ingin bersatu dengan keluarga kecil hamba. Membina keluarga sakinnah, mawaddah, warrahmah. Dan jauhkan segala luka, duka dan coba dalam mahligai rumah tangga hamba. Amin”. 

_Mrs. Dy

up