**Ramadhan tiba.. Ramadhan tiba.. Ramadhan tiba.. "Marhaban ya Ramadhan!!"**
Aku
menikmati kembali Ramadhanku yang ke-22. Melihat kebelakang seluruh nikmat
Alloh SWT yang diberikan secara cuma-cuma kepadaku. Sungguh, nikmat mana lagi
yang harus aku dustakan? Alloh memberikannya secara gratis tanpa aku harus
menabung untuk membeli. Tanpa aku harus tersungkur untuk memperjuangkannya.
Alloh, hinakah aku yang selalu merasa kurang?
Ramadhan
ini begitu istimewa bagiku. Statusku yang tak lagi sendiri menambah kekhusu’an
hati untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang harus lebih matang dan
bersikap dewasa. Merencanakan lebih matang apa yang akan dilakukan di masa
depan tanpa menelantarkan keluarga. Bersikap lebih dewasa dalam menyikapi
masalah kehidupan dan rumah tangga. Sungguh Alloh, nikmat mana lagi yang harus
aku dustakan?
Ramadhan
ini terasa begitu cepat setiap harinya. Tanpa terasa luruh satu satu hari dalam
dua puluh empat jam, seribu empat ratus
empat puluh menit dan delapan puluh enam ribu empat ratus detik. Semua berjalan
terlalu cepat. Mungkin karena pekerjaanku yang padat? Mungkin karena aku
terlampau menikmatinya? Atau mungkin karena hafalan yang ku pupuk setiap hari
tak jua bertambah banyak?
Seperti
biasa, saat Ramadhan banyak sekali tayangan TV yang menampilkan beragam
aktifitas manusia dengan pengalaman religinya. Entah dibalut dengan dunia akting
bertajuk sinetron, kuis ramadhan, lelucon maupun pengajian di berbagai tempat
dengan beragam pemateri. Saat-saat Ramadhan merupakan salah satu moment dimana
aku bisa menikmati apa yang aku saksikan di TV. Saat dimana aku ingin berbenah
diri dengan semakin cerdas memilih tayangan TV. Meski tetap saja aku tak bisa
menyukai ragam acaranya juga. Dan lebih tertarik membaca berita lewat media
sosial yang menurutku lebih berbobot dan pantas untuk di baca (bacalah
berita-berita yang baik dan bermanfaat).
Berbeda
dengan tahun ini. Ada satu acara TV yang sangat aku tunggu setiap harinya.
Bahkan, jika aku terlambat menyaksikan, aku akan memilih menyaksikannya lewat
TV streaming di kantorku. Hafidz Qur’an. Begitu salah satu strasiun TV member
judul pada program acaranya.
Banyak
hal yang bisa aku dapat dari acara ini. Tentu berkaitan dengan nilai religi.
Terutama bagaimana kita mengkaji dan menghafal al-qur’an. Subhanalloh
Di
sana aku melihat pejuang-pejuang kecil itu dengan hati berani berjihad lewat
hafalan Qur’annya. Di sana aku menyaksikan para Bunda sebagai madrasah awal
putra-putrinya. Di sana aku merasakan kehadiran malaikat yang senantiasa
memberkahi dan membimbing malaikat kecil beserta keluargannya. Sebuah cinta
yang tak akan terbeli dengan apapun jua di jagad raya ini. Kasih orang tua yang
selalu semangat mendampingi putra-putrinya melantunkan satu satu huruf yang
terangkai dalam ayat Al-Qur’an nan indah. Sungguh! Hati ini tergetar mendengar
mereka bersuara. Dengan lantang. Dengan keteguhan hati. Hati yang telah terikat
dengan Al-Qur’an. Subhanalloh
Aku
menangis. Aku malu! Sungguh betapa aku malu atas apa yang aku miliki. Atas apa
yang sudah sepantasnya aku lakukan di jauh hari. Jangankan untuk menghafal,
melafalkannya pun terkadang terlalu payah termakan lelah bekerja seharian.
Alloh, maka ampunilah diri yang kotor ini. Sungguh aku bukan siapa-siapa tanpa
berkah dan nikmat yang Engkau beri setiap harinya kepadaku. Hambamu yang
terlalu hina ini Alloh. Ampuni hamba.
“Sesungguhnya,
Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang paling mudah untuk di hafalkan,” ujar salah
satu Syeh, juri dalam acara tersebut.
Lagi-lagi aku menangis. Aku terlalu takabur dengan kemampuanku. Terlalu takabur
dengan apa yang aku miliki. Bukankah Alloh akan dengan mudah mencabutnya
dariku? Astaghfirulloh, bukannya
Alloh yang maha Memiliki atas apa yang aku miliki? Lantas, bagaimana jika semua
lenyap dari pandanganku, pendengaranku, perasaanku, dan semua yang aku miliki?
Apa yang akan tersisa selain apa yang terekam dalam memoriku? Dan bagaimana rapuhnya
memoriku jika Alloh juga mencabutnya dariku? Sungguh, sebaik-baik memori adalah
memori tentang kebaikan. Sebaik baik memori adalah hafalan Al-Qur’an. Hafalan
yang akan menjadi bekal di kemudian hari. Hafalan yang akan menjaga kita
sehidup semati. Alloh, maka berkahilah para penghafal Al-Qur’an. Limpahkan
rezeki dan rahmat seisi jagad raya ini. Karena hamba begitu iri dengan mereka
Alloh, hamba begitu iri dengan pejuang kecil itu menghafal setiap hurufnya.
Ampunilah dosa mereka Alloh. Ridhoilah jihadnya. Jihad agar mereka bisa kembali
ke jalan Engkau dengan khusnul khotimah.
Ada
sebuah cerita yang membuat saya tak berhenti menangis saat itu. Sepotong episode
dimana ada seorang peserta hafidz qur’an yang memiliki ibu seorang mu’allaf.
Betapa beruntungnya beliau memperoleh putra bak mutiara. Betapa beruntungnya
sang ibu bisa belajar bersama sang putra mengeja satu persatu huruf hijaiyah
bersama putra emasnya. Beliau berkata :”Saya mu’allaf, dan saya banyak belajar
dari putra saya. Kami belajar bersama mempelajari IQRO hingga Al-Qur’an. Dan
betapa bangganya saya. Sungguh. Memiliki putra hafidz Qur’an meski belum
sempurna. Karena kesempurnaan itu milik Alloh SWT,” disambut tepuk tangan
penonton di studio. Taukah? Hati ini tertusuk manakala mendengar penuturan
tulus sang ibu. Ia yang terus menundukkan kepalanya. Tawadu’nya. Sopan
santunnya. Dan bagaimana dengan aku? Aku yang terlahir islam namun semangatku tak
lebih baik dari sang ibu itu. Sungguh aku malu! Sungguh aku merasa tertampar!
Alloh, muliakanlah mereka para orang tua yang menjadi panutan putra-putrinya.
Yang dapat memberikan contoh yang baik untuk putra putrinya. Ampuni mereka
Alloh. Sediakanlah surga untuk membalas jasa mereka. Para orang tua yang sholeh
dan sholehah.
Alloh,
betapa irinya hamba untuk dapat menjadi ibu teladan putra-putri hamba kelak.
Betapa inginnya hamba memiliki putra putri sholeh sholehah seperti apa yang
hamba lihat. Mereka yang berusia 3-7 tahun namun sudah menjadi penghafal
qur’an. Mereka yang tanpa lelah belajar mengkaji dan bersuara emas saat
mengaji. Sungguh Alloh, hamba begitu iri. Maka tolong, hadirkan buah hati untuk
hamba yang dapat menjadi cahaya dalam jagad raya ini. Dengan hafalan Al-Qur’annya.
Dengan sikap santunnya. Dengan rasa tawadu’nya. Tolong jadikan hamba orang tua
yang dapat menjadi madrasah utama yang baik untuk putra putri hamba nantinya.
Amin
Untuk
suami hamba yang terbaik, jadikan beliau pemimpin keluarga yang dapat menuntun
hamba untuk selalu berbuat baik. Melatih hamba untuk senantiasa dekat dengan
Engkau. Mudahkan beliau untuk mengkaji dan memperdalam Al-Qur’an. Mudahkanlah
beliau untuk menjadi Qiro’ yang baik sehingga dapat menjadi imam yang khusu’
dalam setiap sujud hamba ya Alloh. Istiqomahkan hatinya untuk terus belajar.
Lapangkan hatinya Alloh. Jagalah hafalannya. Semoga suami hamba yang terbaik
akan menjadi sahabat hamba di hidup dan mati hamba. Bukan hanya di dunia saja.
Amin
NB:
Sayangku, Suamiku. Ayok kita sama-sama meraih kebahagiaan yang hakiki.
Kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh kebahagiaan itu sangat dekat dengan
nadi kita. Hanya saja, mungkin kita kurang bersyukur, mungkin saat kita akan
meraihnya hati kita goyah untuk menuju ke sana dan lebih memilih berbelok ke
arah lain. Sayang, entah engkau membaca atau tidak aku masih merindukanmu
sepagi ini. Merindukan kita belajar mengaji setiap hari. Merindukan semangatmu
membaca Al-Qur’an. Merindukan engkau mengajakku untuk mengaji. Sungguh sayang,
aku selalu menantikan itu. Masa yang akan selalu indah dan terasa romantis di
bandingkan dengan kata-kata apapun yang terangkai indah di dunia ini. Masa yang
romantis karena Alloh berada di sekililing kita. Melihat kita. Tersenyum kepada
kita. Lewat hati yang lapang Alloh memberi bahagia kepada kita. Suamiku, jangan
lelah untuk mencoba. Karena aku selalu menunggumu di surau ini. Untuk mengaji.
Suamiku,
ambillah hikmah dalam ramadhan yang berkah ini. Dimana kita belajar berbagi dan
melengkapi. Menjadi keluarga yang utuh, meski belum sempurna utuh. Meski kita
berjauhan, angkatlah tanganmu dalam setiap doa-doamu. Bulirkan sebuah doa “Wahai
Alloh, Engkau yang menggenggam hati-hati yang berhati. Maka hamba tak pernah
takut untuk berjuang demi keluarga hamba. Karena hamba yakin, Engkau sang maha
Pemberi dan Pengasih. Engkau yang mengatur rezeki dalam setiap jiwa-jiwa
manusia di muka bumi. Ya Robbi, maka mudahkanlah urusan hamba. Maka
lancarkanlah rezeki hamba. Sungguh! Turunkanlah rezeki-rezeki yang masih tertahan
diatas sana. Atas sikap hamba yang masih dekat dengan hina dan dosa. Tapi
Alloh, hamba yakin Engkau sang Pengasih. Ampuni dosa hamba di masa lalu. Hamba
berserah Alloh. Hamba hanya mampu berusaha dan menjalani apa yang ada dihadapan
hamba. Menjalani dengan ikhlas dan niat untuk kebaikan atas nama Engkau ya
Alloh. Maka tolong. Mudahkanlah. Lancarkanlah. Turunkanlah rezeki yang halalan
toyyiban untuk hamba. Hamba ingin bersatu dengan keluarga kecil hamba. Membina
keluarga sakinnah, mawaddah, warrahmah. Dan jauhkan segala luka, duka dan coba
dalam mahligai rumah tangga hamba. Amin”.
_Mrs. Dy