Saya tertarik sekali mengkaji artikel ini. Bahwasanya,
kita hanya seorang musafir di dunia. Seorang musafir yang akan 'pulang' kepada
Robb yang menciptakan kita. Layaknya orang asing yang tak pernah berhenti
mempelajari apa yang ada di dunia. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhu, "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah
menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka
janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang
waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu".
Dari Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang
kedua pundakku lalu bersabda, "Jadilah
engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian)."
Lalu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatakan, "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu
hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah
menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu
sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR.
Al-Bukhariy no.6416)
Hadits di atas
secara jelas menceritakan tentang perintah Rasulullah kepada kita untuk hidup
di dunia seolah-olah sebagai musafir (orang yang melakukan perjalanan).
Pernahkah kita membayangkan dan memosisikan diri kita sebagai seorang musafir?
Apakah yang akan kita rasakan ketika kita menjadi seorang petualang dan menjadi
asing di setiap tempat baru yang kita datangi atau singgahi? Ada banyak sekali
hal yang dapat kita lihat dengan sudut pandang berbeda ketika kita melihatnya
dengan kaca mata sebagai seorang musafir.
Orang Yang Ringan Terhadap Tempat Berpijaknya Saat Ini
Seorang musafir
adalah orang yang dapat menyadari sepenuhnya bahwa keberadaannya di suatu
tempat hanyalah sementara, sehingga ia tidak akan mengikatkan dirinya terlampau
dalam dengan tempat menetapnya itu. Ia akan sangat ringan ketika harus
meninggalkan tempat berpijaknya saat ini dan berpindah ke tempat
persinggahannya yang lain. Ia juga tidak akan terlampau peduli dengan segala
kesempitannya saat ini di tempat tersebut karena ia tahu bahwa keberadaanya di
sana hanya sementara.
Mereka yang
memosisikan diri sebagai musafir di dunia akan menyadari dengan penuh kesadaran
bahwa dunia hanyalah sebuah tempat persinggahan sementara, sebelum kita kembali
melanjutkan perjalanan ‘pulang’. Pikirannya akan selalu disibukkan dengan
rencana kepulangannya dibandingkan dengan keterikatannya di tempat tersebut. Ia
tidak akan terlampau berat dalam merelakan berbagai macam fasilitas dunia yang
ia miliki karena sejak awal dia sudah tau bahwa yang ia dapat bawa pergi di perjalanan
‘pulang’ hanya bekal yang dapat dipakai di perjalanannya, bukan berupa benda
atau perangkat yang dapat dinikmati hanya di tempatnya singgah.
Mereka juga
akan sangat ringan jika sewaktu-waktu harus segera pergi dari tempat singgahnya
ke tempat singgah yang lain ataupun harus langsung pulang ke tempat asalnya.
Mereka akan menganggap persinggahan dari satu tempat ke tempat lainnya adalah
sebuah fase antara yang tidak akan berlangsung selamanya sebelum akhirnya
mereka akan dipanggil kembali pulang ke tempat asalnya. Hidupnya ringan, siap
berjalan di saat ia harus berjalan, dan siap pulang di saat ia sudah seharusnya
pulang.
Orang Yang Senantiasa Dapat Mensyukuri Segala Hal Yang
Dijumpainya
seorang musafir
akan menjadi orang yang paling exited dengan lingkungan yang dijumpainya
tersebut. Ia akan memiliki cara pandang yang berbeda dengan senantiasa
terkagum-kagum dan memotret setiap realita, pemandangan, ataupun budaya daerah
tersebut. Seorang musafir akan memiliki cara pandang yang sangat berbeda dengan
cara pandang orang yang menetap lama di daerah tersebut yang tidak memiliki
ketertarikan berlebihan terhadap tempat-tempat yang ia jumpai karena ia telah
melaluinya setiap hari.
Menjadi musafir
adalah tentang kita yang tidak pernah berhenti mengagumi berbagai realita yang
terhampar di hadapan kita sehingga ekspresi-ekspresi syukur, kekaguman, dan
puji terhadap Allah SWT akan senantiasa terucap olehnya. Bahkan pada situasi
yang mungkin menurut penduduk daerah setempat merupakan situasi yang tidak
menyenangkan, di mata para musafir adalah sebuah daya tarik dan pengalaman baru
yang mengasyikkan. Tentunya bisa kita bayangkan bersama tentang bagaimana penuh
warnanya hidup seorang musafir, mereka yang dapat menangkap setiap hikmah
terkecil yang ada di dalam rutinitas hidup sehari-hari sekalipun. Mereka yang
akan senantiasa terinspirasi, sebuah inspirasi yang dilandaskan pada puja puji
syukur terhadap keagungan dan kekuasaan Sang Pencipta alam ini.
Orang Yang Senantiasa Bersiap Siaga Dan Waspada
Pernahkah kita mendatangi
atau bahkan menetap di tempat yang sama sekali baru dengan penduduk yang tidak
satupun mengenal kita? Apa yang akan kita rasakan ketika kita berada pada
posisi tersebut? Kita akan merasa tidak tenang dan penuh kewaspadaan, kita akan
senantiasa berhati-hati dalam setiap tindak tanduk terkecil kita, jangan sampai
ada sikap atau perbuatan kita yang dapat menimbulkan hal buruk di tempat kita
singgah ataupun mempengaruhi perjalanan pulang kita kelak.
Rasa tidak
tenang dan khawatir itu yang akan membawa kita untuk senantiasa waspada dengan
berbagai macam hal yang akan dihadapi. Kita akan menjadi orang yang harus
paling siap menghadapi berbagai macam kondisi tak terduga sekalipun.
Di dalam
perjalanan di antara tempat persinggahan satu maupun yang lainnya kita juga
akan senantiasa diliputi sikap waspada karena kita selalu berada di tempat yang
baru dan belum kita kenal. Setiap langkah bahkan mungkin akan kita perhatikan.
Akan sangat berbeda dengan mereka yang menetap dan hampir hafal setiap jengkal
daerah yang selalu mereka lewati, bahkan sambil memejamkan matapun mereka akan
tetap tidak merasa perlu waspada karena mereka mengenali betul daerah tempat
mereka menetap tersebut.
Sifat
senantiasa siaga dan waspada ini bagi seorang Muslim akan bisa menghindarkan
dirinya dari berbagai macam perbuatan buruk yang berujung pada kemurkaan Allah.
Mereka akan bisa melakukan penilaian mendetail tentang setiap tindak tandung
mereka sehingga kemungkinan terjerumus ke dalam kelalaian akan menjadi lebih
kecil dari orang yang menetap.
Orang Yang Senantiasa Efektif Dan Efisien
Mempergunakan Resource
Musafir identik
dengan keterbatasan resource / sumber daya. Perbekalannya tentunya terbatas
karena daya tampung dan angkutnya terhadap bekal juga terbatas. Hal ini akan
memaksanya untuk hidup hemat, efektif, dan efisien. Ia akan terbiasa
mempergunakan akalnya untuk mengatasi berbagai macam kondisi yang menuntutnya
untuk memenuhi setiap penyediaan bekal perjalanannya, salah satu cara yang
harus dilakukan adalah dengan berhemat.
Seorang musafir
akan menjadi orang yang benar-benar teliti dalam penggunaan bekal
perjalanannya, sehingga efisiensi dan efektivitas aktivitasnya sehari-hari
harus dilakukan dengan sangat baik. Jika hal ini tidak dilakukan bukan tidak
mungkin ia akan kehabisan energi dan bekal di tengah perjalanannya selanjutnya.
Dari semua poin
yang menurut saya pribadi adalah tentang bagaimana cara pandang seorang musafir
dalam menjalani kehidupan di dunia, dapat menghindarkan kita dari berbagai
macam kelalaian dan kenikmatan fana dunia. Tempat kita berpulang adalah kepada
Allah, sehingga kondisi kita di dunia saat ini hanyalah sebuah perjalanan
singkat mempersiapkan bekal untuk dibawa pulang kepada Pencipta kita.
_Fie Wayah Hambali (hanya sebuah kutipan)
0 komentar:
Posting Komentar