Selamat Sore, Nak..
Sore yang mendung. Sejak tadi
Bunda hanya menatap hampa pada jendela kamar yang mulai mengembun. Basah. Hanya
ada detik jam yang berdentum riang. Mengisi kekosongan. Juga musik klasik yang mengalun ringan
ditelinga Bunda. Bisakah kau mendengar, Sayang? Kita nikmati sama-sama
kebersamaan ini. Sembari Bunda membaca buku yang baru Bunda beli siang tadi. J
Apa kabarmu, Nak..
Kamu semakin kuat sekarang.
Hentakan kaki-kaki kecilmu membuat Bunda tersenyum geli. Kadang terkejut.
Kadang spontan mengusap perut menenangkanmu. Baik-baik, Sayang. Terima kasih
untuk terus tumbuh dengan baik di rahim Bunda. Untuk membuat Bunda tak lagi
merasa sendiri saat Ayah tak bisa ada di samping Bunda. Maklum Sayang, Ayah
lebih banyak menghabiskan waktunya mengais rezeki untuk kita. Untuk sesuap nasi
yang kita nikmati setiap hari. Untuk masa depan kita. Terima kasih, Nak.Terima
kasih telah membuat Bunda belajar setapak-setapak untuk menjadi dewasa. Bunda
merindukanmu, Sayang. Tak sabar rasanya Bunda menantimu di Dunia. Menjadi
malaikat kecil Bunda. Ayah. Keluarga.
Selamat Sore, Sayang..
Hujan mulai turun satu-satu.
Membuat basah tanah, genteng, daun, dan siapapun yang tak memilih berlindung
dari padanya. Ah, tapi Bunda suka. Hujan adalah waktu yang sangat Bunda suka.
Dalam setiap butir hujan, di sana doa-doa tersampaikan. Dalam hujan
imaginasi Bunda untuk menulis kian tajam. Hujan menyimpan berbagai cerita dalam
roda kehidupan Bunda.
Taukah? Waktu kecil dulu Bunda seringkali bermain
dibawahnya. Bermain sendiri di halaman rumah. Membuat bendungan-bendungan kecil
di jalan air halaman. Membuat perahu kecil. Meletakannya diatas air yang mulai
menumpuk. Ah, Bunda tertawa sendiri. Membuka bendungan air itu. Seketika air
mengalir dengan cepat. Membawa perahu itu hanyut mengikuti alirannya. Bunda
bersorak gembira.
Begitulah. Hingga masa membawa Bunda tumbuh besar. Namun tetap
mencintai hujan. Bunda suka bermain musik atau sekedar mendengarkan musik
sambil menatap rinainya. Sembari menghabiskan teh hangat dan ‘mendoan’ buatan
Simbah buyutmu. Nenek Bunda. Kadang Bunda iseng menghabiskan secangkir kopi
milik mbah kakung yang juga Nenek buatkan. Anakku, masa kecil Bunda sangat
menyenangkan. Hanya saja, ingatan Bunda begitu terbatas untuk menyusun
satu-satu puzzel kenangan itu yang mulai berserakan. Ah, ingin sekali Bunda
membaginya untukmu, Sayang. Membagi kebahagiaan yang sungguh ingin Bunda beri
juga untukmu. Sangat menyenangkan, nak. Sungguh!
Hari semakin gelap...
Hari ini Ayah tak bisa pulang mengunjungi kita. Tapi
jangan pernah salahkan. Ini sudah konsekuensi Bunda memilih bertahan di karir
Bunda yang nyata harus berbeda kota dengan Ayah. Jangan pernah putus mendoakan
keselamatan dan keberkahan hidup Ayah, Sayang. Biar Ayah beristirahat sejenak
di tempat yang berbeda dengan kita. Nanti, ada saat dimana kita akan tinggal
bersama. Satu atap. Satu jendela. Di rumah kecil kita. Kita merancang masa
depan baru bersama. Pasti indahkan, Nak?
Melihatmu tumbuh dengan baik. Melihatmu memanggil nama
Ayah & Bunda pertama kali. Melihat tingkah lucumu. Melihat doa-doa Bunda
yang Alloh kabulkan. Selalu, Sayang. Bunda ingin selalu menjadi Bunda idola
putra-putri Bunda. Amin J
Hujan mulai reda, maghribpun hampir tiba..
Adzan berkumandang. Mari kita sudahi dulu percakapan ini,
nak. Lain waktu Bunda akan ceritakan moment-moment kecil Bunda. Membaginya untukmu.
Hari ini Bunda sedikit lelah dengan padatnya aktivitas. Sehat selalu, Sayang. Teruslah
aktif di rahim Bunda. Ayah & Bunda selalu merindukanmu. Anakku.
_Mrs. Dy