Artikel : Shelter Merapi

WARGA MINTA KETEGASAN PEMERINTAH
Oleh : Drara Novia D.A *)

Yogyakarta_Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober tahun lalu menyisakan duka bagi warga Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Erupsi yang berlangsung mulai pukul 17.02 WIB dengan semburan awan panas dan material vulkanik menerjang lereng Merapi sisi barat dan selatan meluluh lantakan sebagian rumah di Dusun Kinahrejo. Juru kunci Gunung Merapi yang kerap dipanggil Mbah Maridjan turut menjadi korban bersama dengan Tutur Priyanto (relawan PMI) dan Yuniawan Wahyu Nugraha (wartawan Vivanews).

Menurut penuturan Paino, warga dusun Panguk, saat itu keluarga Mbah Maridjan sudah membujuknya untuk ikut turun ke barak pengungsian. Namun Mbah Maridjan menolak dan menyuruh keluarganya mengungsi terlebih dahulu termasuk istri Beliau, “ Sampun garise mbak, kabeh kersane Gusti Alloh, menungso mboten saged nglampahi (sudah takdirnya mbak, semua kehendak Alloh, manusia tidak bisa mendahului-red),” ujarnya.

Saat ini, warga dusun Kinahreja dan sekitarnya masih tinggal di shelter (hunian sementara) yang dibangun oleh pemerintah. Setiap shelter berukuran 28 meter persegi (m2) atau 4 x 7 m dan berisikan lima ruang utama yaitu : satu ruang tamu, dua buah kamar, satu dapur dan satu kamar mandi. Markisah, salah satu penghuni shelter yang berasal dari dusun Panguk mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian mengenai kapan warga bisa kembali ke dusun Panguk. “kulo pun pengin wangsul teng inggil malih, pengin ningali umah kulo ingkang rusak kenging erupsi Merapi (saya sudah ingin kembali ke atas lagi, saya ingin melihat rumah saya yang rusak akibat erupsi Merapi-red),” ujarnya. Disinggung soal biaya hidup, Markisah mengaku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, suaminya menjadi tukang ojek yang setiap harinya harus naik ke lokasi erupsi Merapi untuk mengantar Wisatawan yang ingin melihat kondisi Merapi saat ini. “Bapak dados ojek sekalian pituduh arah kangge Wisatawan ingkang pengin ningali kahanan Merapi saiki. Sedintene kadang entuk Rp. 20.000,00 nanging kadang mboten entuk opo-opo (Suami saya jadi ojek sekaligus jadi petunjuk arah ‘guide' bagi Wisatawan yang ingin melihat kondisi Merapi. Setiap harinya kadang dapat Rp. 20.000,00 namun kadang tidak dapat apa-apa-red),” tandasnya.

Hal serupa dialami oleh Harto Jinten (75 tahun), warga dusun Pelem Sari Kinahrejo. Wanita yang sudah hampir satu tahun tinggal di shelter dusun Kinahrejo ini sangat berharap dapat kembali ke ke rumahnya. Namun apa daya, wanita yang hanya tinggal seorang diri di shelter yang ditempatinya ini hanya bisa menunggu sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. “Kulo nggih pengin wangsul, teng mriki mboten gadah pedamelan (saya ingin pulang, disini tidak punya pekerjaan-red),” ungkapnya. Setiap harinya Harto mengurus 20 ekor ayam pemberian dari pemerintah untuk mengisi waktu luangnya. Menurut penuturannya, ayam-ayam tersebut diberikan oleh Pemerintah kepada setiap Keluarga di shelter Kinahrejo ketika ayam-ayam tersebut berumur empat hari. “pedamelan kulo nggih amung niki (pekerjaan saya ya hanya ini-red),” ujarnya
Harto berharap perbaikan infrastruktur Dusun Kinahrejo masih akan terus dilakukan Pemerintah dan menghimbau agar Pemerintah segera menepati janjinya untuk membangun kembali rumah-rumah warga yang menjadi korban merapi. Bagimana tindakan nyata pemerintah?. Wallahualam.

*) Mahasiswi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar


up