Jadi (calon)
Ibu baru sudah pasti menambah rentetan jadwal kegiatanku untuk mempersiapkan
kehadiran buah hati di Dunia. Pengetahuan dan etika jawa yang juga harus aku
asah agar tidak melenceng dari urat dasarku sebagai anak jawa tulen yang hidup
di era modern. Beberapa pengetahuan seputar kehamilan dan perkembangan janin
mungkin bisa aku dapat dengan mudah lewat akses internet. But, untuk etika jawa
yang berkaitan dengan tradisi tentu harus aku sesuaikan dengan apa yang menjadi
kebiasaan di kampung halamanku. Ya, mengingat disetiap daerah memiliki tradisi
yang berbeda. Pun aku harus memahami dan menerapkan apa yang sudah menjadi
kebiasaan di kampungku.
Mapati. Merupakan
upacara yang diselenggarakan pada saat bulan keempat masa kehamilan. Upacara
mapati di dalam Islam saat usia kandungan memasuki usia empat bulan dimana sang
jabang bayi sudah ditiupkan rohnya, saat janin (embrio) berusia 120 hari (atau
4 bulan) di mulailah kehidupan dengan ruh, dan saat itulah ditentukan bagaimana
ia berkehidupan selanjutnya, di dunia sampai akhirat.
Dalam tradisi
mapati ini, ada dua hal yang dapat diambil pelajarannya, yakni tradisi berdoa
dan tradisi bersedekah. Kita ketahui bahwa doa dan sedekah adalah dua kekuatan
yang bisa menembus takdir. Tradisi berdoa (sebagai sikap bersyukur, ketundukan
dan kepasrahan); mengajukan permohonan kepada Allah agar nanti anak lahir
sebagai manusia yang utuh sempurna, yang sehat, yang dianugerahi rezeki yang
baik dan lapang, berumur panjang yang penuh dengan nilai-nilai ibadah,
beruntung di dunia dan di akhirat. Kemudian, tradisi sedekah. Adalah sempurna
jika dalam tradisi mapati ini selain meminta sejumlah orang untuk berdoa dan
mendoakan, juga berbagi rasa syukur dengan memberi bingkisan makanan atau yang
lainnya kepada masyarakat sekitar. Selain memohon agar janin senantiasa
berkembang dan dapat lahir ke Dunia dengan selamat dan dengan takdir yang baik,
juga melatih janin sedari dini untuk belajar berbagi kepada sesama.
Prosesi acara
mapati juga beragam. Mulai dari caranya, hingga sajian makanan yang
dihidangkan. Anyway, di kampung
halamanku, tradisi mapati bisa dengan ataupun ‘pengajian’. Berhubung waktu aku
dan Suami sangat mepet untuk mempersiapkan acara, kami putuskan untuk tidak
mengadakan ‘pengajian’, namun cukup membagikan parcel makanan. Oh ya, sebenernya upacara mapati untukku sudah agak telat sih. Biasanya upacara ngupati saat janin berusia 15 minggu. Sedang saat ini, janin di kandunganku sudah 18 minggu. Tak apalah. Semoga tetap barokah. Amin.
Dini hari
tadi aku dan Suami sampai di kampung halamanku. Sampai di rumah Nenek, ternyata
segala keperluan sudah dipersiapkan. Terutama bahan-bahan untuk sajian makanan
dan beberapa makanan yang perlu dipesan. Yap
yap. Aku baru tau, tradisi mapati di sini berupa empat buah ketupat (dua
ketupat janur, dua ketupat plastik), opor ayam, oseng sayur, lalapan, sambal dan
kerupuk.
Untuk ketupat
janur Nenek memilih memesan ke tempat orang lain. Ya, ada benarnya juga, selain
kita tidak memiliki janur untuk bahan membuat wadah berasnya juga butuh
keahlian untuk menyelesaikan pembuatan ketupat.
Sembari menunggu
pesanan ketupat datang, aku, nenek, dan beberapa tetangga yang ikut membantu
mempersiapkan acara mengolah menu makanan satu-satu.
Aku memilih
ikut membuat ketupat plastik yang dibuat sendiri. Caranya cukup mudah. Setelah beras
dicuci dan ditiriskan, kemudian siapkan plastik ukuran sedang dan masukkan
beras yang telah ditiriskan tadi ke dalam plastik. Usahakan quota beras di
dalam plastik hanya 1/3 dari ukuran plastik. Setelah dibungkus, plastik di pilin
api untuk menutup rapat. Api bisa dinyalakan di atas lilin untuk mempermudah
prosesnya. Setelah plastik tertutup rapat, siapkan lidi kecil atau alat penusuk
lain untuk memberi udara di dalam plastik. Tujuannya, supaya air bisa masuk dan
lontong bisa matang. Persiapkan panci dengan diisi air secukupnya, masukkan beras
dalam plastik yang sudah disiapkan tadi. Rebus palig tidak selama 2 jam, atau
selamanya 3 jam. Ketupat sudah siap diangkat apabila plastik sudah terlihat
penuh padat berisi. Cukup mudah bukan?
Lain aku,
lain halnya Nenek. Nenek dibantu dua orang membuat opor ayam. 12 ekor ayam yang
Nenek pesan telah sampai di rumah. Selanjutnya, mempersiapkan bahan untuk
membuat opor. Seperti: lengkuas (memarkan), sereh, daun salam , jahe (digeprak),
santan, garam secukupnya, gula pasir secukupnya, minyak goreng secukupnya dan bumbu
yang dihaluskan berupa: bawang merah, bawang putih, ketumbar, jinten, pala, merica,
kemiri, dan kunyit. Caranya cukup mudah. Pertama, siapkan ayam yang telah
dipotong-potong sesuai selera, kemudian tumis bumbu yang telah dihaluskan,
tambahkan serai, daun salam, jahe dan lengkuas aduk sampai harum. Masukkan
daging ayam, aduk dan masak sampai berubah warna, setelah itu tambahkan santan
garam dan gula pasir. Agar bumbunya meresap, Nenek merebus ayam itu hingga dua
kali proses rebusan. Tujuannya, selain bumbu semakin meresap dalam daging, juga
daging akan terasa lebih empuk. Untuk menjaga agar daging ayam yang super
banyak itu tetap enak, Nenek memasak kuah opor pada kuali yang berbeda. Caranya
juga mudah. Masukkan bumbu yang sama ke dalam kuali, kemudian campurkan santan
ke dalamnya. Kuah opor siap disajikan.
Lepas membuat
opor, nenek kembali dengan aktivitasnya membuat oseng sayur. Pilihan oseng
sayur kali ini adalah oseng mie kuning. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah:
mie kuning, bawang putih (iris halus), bawang merah (iris halus), cabai (iris
miring), tomat, wortel (iris panjang), gula merah (cacah kecil), kol putih (iris
tipis memanjang), daun bawang (potong 2 cm), seledri (iris halus), merica,
garam minyak sayur untuk menumis, bawang goreng. Cara membuatnya cukup mudah. Rendam
mie dengan air panas selama 3 menit. Tiriskan dan sisihkan. Panaskan minyak,
tumis bawang merah dan putih hingga harum. Tambahkan cabai, tomat, wortel dan
kol, aduk sampai layu. Masukkan mie, daun bawang, daun seledri, merica, dan
garam, aduk rata. Angkat, sajikan dengan taburan bawang goreng.
Sembari Nenek
selesai memasak oseng mie kuning, aku memilih menyiapkan lalapan. Simpel sih, hanya
mentimun yang diiris miring memangjang dan daun kol yang di potong lebar
sedang. Mudah memang, namun karena jumlahnya sangat banyak jadi agak menyita
waktu.
Setelah oseng
mie kuning selesai, nenek dan beberapa tetangga yang membantu menyiapkan sambal
tomat. Bahan-bahannya: cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat, terasi,
gula merah, dan garam. Goreng terlebih dahulu bawang merah, bawang putih,
tomat, terasi, cabe rawit hingga semuanya menjadi layu atau setengah matang. Tumbuk
semua bahan yang sudah digoreng ditambahkan gula merah dan garam secukupnya.
Tumbuk sampai halus.
Alhamdulillah.
Semua masakan selesai dibuat. Langkah selanjutnya mengemas masakan yang telah
matang ke dalam plastik sesuai ukuran. Setelah semua selesai, tinggal
memasukkan semua bungkusann masakan yang terdiri dari: empat buah ketupat (dua
ketupat janur, dua ketupat plastik), opor ayam, oseng sayur, lalapan, sambal dan
kerupuk ke dalam wadah yang telah disiapkan. Sebelum diikat, diatas kerupuk
diselipkan kartu ucapan yang berisi permohonan doa dan keselamatan untuk buah
hati kami.
Rentetan berkat
makanan sudah siap dibagikan. Total semua 75 buah. Cukup banyak. Berharap seluruh
keluarga besar dan satu RT bisa kebagian semua. Merasakan kebahagiaan yang kami
rasakan.
Berhubung hari
semakin siang, Nenek mulai membagi tugas. Untuk berkat keluarga besar aku dan
Suami yang mengantar, sedangkan berkat untuk warga RT Nenek menyerahkan kepada
tetangga yang ikut membantu memasak tadi. Syukurlah, semua berjalan lancar. Sebelum
maghrib semua makanan sudah ludes dibagikan. J
Bagaimana dengan
doanya?
Untuk bagian
ini, aku harap semua akan mendoakan yang terbaik tanpa harus berkumpul di satu
tempat. Bukankah berdoa bisa dimana saja?
Berikut ini
beberapa Surat dan ayat Al-Quran yang dibacakan saat syukuran 4 bulanan:
• Al-Mu’minuun (Surat ke-23, ayat 12-14)
• Lukman (Surat ke-31, ayat 14)
• Yusuf (Surat ke 12, ayat 1-16)
• Maryam (Surat ke-19, ayat 1-15)baik juga
jika semuanya dibaca..
• Ar Rahmaan (Surat ke-55, ayat 1-78)
Plus doa
Ini:
Bismillahhirrahmaanir
rahiim,
Alhamdu
lillaahi rabbil’aalamiin, Allaahumma shalli alaa sayyidinaa Muhammad, Thibbil
quluubi wadawaaihaa, Wa’aafiyatil abdaani wa syifaa ihaa, Wanuuril abshaari wa
dhiyaa ihaa, Waquutil arwaahi wagidzaa ihaa, Wa’alaa aalihi washahbihi wabaarik
wa sallim, Allaahummahfazh waladaha maa daama fii bathnihaa, Washfihii ma’a
ummihi antasysyaafii laa syifaaa illaa syifaa uka syifaa an laa yugoodiru
saqoman, Allaahumma shawwirhu fii bathnihaa shuurotanhasanatan , Watsabbit
qolbahu iimaanan bika wabiraa suulika , Allaahumma akhrijhu min bathni ummihi
waqta walaada tihaa sahlan wasaliiman, Allaahummaj ‘alhu shahiihan kaamilan
wa’aaqilan haa dziqan wa’aaliman’aamilan, Allaahumma thawwil umrahu washahhih
jasadahu wahassin khuluqohu wafashshih lisaa nahu , Wa ahsin shautahu li qiraa
atil hadiitsi wal qur’aan, Wawasi’rijqahu , Wajalhu insaanan kaamilan saaliman
fiddunya wal aakhirah , Bibirakati sayyidinaa Muhammaddin shallallaahu’alaihi
wasallam wal hamdu lillahi rabbil’aalamiina..
Aaamin,
aamin aamin yaa robbal aalamin
_Mrs. Dy