Oh, Alloh... I'm Pregnant...



Fabiayyi alaai Robbikumaa Tukadzibaan...

Aku tersenyum sumringah. Wajah pucat menahan lelah berubah seketika. Kulirik sekali lagi hasil tespack ditanganku. Masih tak percaya. Masih ragu. Alloh, sungguhkah? 

---

Bulan ini masih sama seperti bulan bulan selanjutnya. Kami menanti buah hati yang sungguh dirindukan. Aku sendiri ketar ketir meminta Suami untuk pergi ke Dokter kandungan atau setidaknya mengetahui dasar dasar persiapan kehamilan. Well, beruntung aku memiliki Suami yang mau mengikuti saranku. Kami memang mulai berjuang mendapatkan putra sejak usia pernikahan menginjak 3 bulan. Aku yang sangat mencintai anak-anak (meski kadang gemas), berharap bisa naik ketahap kehidupan selanjutnya. Menjadi seorang “Bunda”. 

Sedangkan Suami. Tentu dia sangat berharap aku dapat segera mengandung. Selain karana usia, sebagai anak pertama dan cucu pertama tentu keluarga besar sangat menginginkan aku cepat mengandung dan memberinya keturunan. “Ayah”, mungkin dia tak sabar ingin dipanggil demikian. 
Bulan demi bulan berjalan. Tak ada tanda-tanda. Aku masih tetap halangan seperti biasa. Bulan keenampun demikian. Hingga aku memutuskan untuk pergi ke seorang Bidan. Suami manut. Lepas kerja kami putuskan untuk segera menemui Bidan itu. Walhasil, dengan umur pernikahan yang baru sepucuk jagung, kami hanya disuruh bersabar berdoa dan diberi sedikit suplement agar mempercepat kehamilan (menyuburkan-red).

Waktu berlalu. Masuk bulan ketujuh. Masih belum ada tanda-tanda. Padahal hampir semua saran Bidan kami ikuti. Lebih lagi aku. Mulai belajar bagaimana menghitung masa subur, searching internet makanan dan minuman yang menyuburkan, pergi ketukang pijat agar cepat hamil, hingga meminta suami untuk membeli buku cara cepat hamil. Ya, Semua kami lakukan. Termasuk meminta Suami untuk sama-sama sholat Taubat, berdoa dan terus mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Namun Bulan ini, Alloh masih belum memberi kepercayaan pada kami.

Memasuki Bulan delapan, kami  agendakan untuk Honeymoon. Bali menjadi tempat tujuan kami. Selain karena terkenal sebagai tempat yang romantis, juga karena aku belum pernah pergi ke sana. Well, waktu itupun tiba. Kami habiskan empat hari cuti kami di pulau Dewata. Menikmati setiap derap kecantikan dan eksotisnya pulau Dewata. Sekedar mampir dan menikmati kebersamaan dengan beragam cerita. Tentang sunrise tercantik di pantai Sanur, Diving di Tanjung Benoa, pure eksotis di Tanah Lot, Seafood di Jimbaran,  hingga sunset terindah di pantai Kuta. Semua menjadi bingkai cerita indah dalam romantisme cinta kami. Mereka menjadi saksi kuatnya rasa ini. Rasa yang kami bangun dengan rinci. Berharap kami bawa sampai mati. Hingga kembali bertemu di surga-Nya nanti. Amin

Jemari menunjukkan angka sembilan. November menyapa. Bulan yang istimewa karena merupakan bulan kelahiranku. Bulan penuh doa dan harapan yang kurangkai disetiap sujud panjangku. Doa doa yang menari menjadi penyemangat setiap hariku. Optimisme yang selalu kutumbuhkan dan keyakinan bahwa semua akan indah pada waktunya. Asa yang menjadi cerita setiap tapak hari baruku. Suka duka kami sebagai Suami Istri. Saling menengadahkan tangan. Meminta dimudahkan. Meminta keberkahan. Mohon petunjuk jalan yang lurus. Terus berdoa meski tak tau kapan Alloh akan menjawab semua tanya. Dan hanya tersenyum mengamini kala Suami tak sabar memiliki buah hati. Maka Alloh, mohon beri kepercayaan itu pada kami. Kami akan menjadi orang tua terbaik untuk putra putri kami. Kami akan jaga amanah Engkau dan membesarkan buah hati kami. Mohon beri kelapangan hati manakala kami masih harus menunggu. Kami percaya Engkau akan memberi kami disaat yang tepat.

Selain bulan madu, Ikhtiarku lainnya adalah mengkonsumsi “Jinten Hitam”. Tentu yang sudah berbentuk pil. Sebenarnya, tujuannya bukan untuk memiliki keturunan. Hanya ingin hidup lebih sehat. Suami pun selalu ku paksa minum dua kali sehari. Reaksinya memang bagus. Keluhan yang semula membuat badan mudah lelah, semakin berkurang. Alhamdulillah..

Kalender menunjukkan tengah bulan. Seperti biasa aku mulai was was. Apakah di bulan ke-9 ini gagal lagi? Waktu merapat ke angka 20. Biasanya di angka 22 cuti sholatku dimulai. Ah, rasanya perut mulai tak karuan. Melilit sekali. Tanda tanda haid sudah kubaca. Normalnya memang sakit ini mulai terasa tiga hari sebelum aku halangan. Yap! Berarti gagal lagi bulan ini. Alhamdulillah (harus tetap bersyukur) :D

Hari berganti. Angka 22 tiba. Saking takutnya bocor, aku sengaja memakai pengaman saat berpergian. Daripada daripada.. :D

Sampai dirumah aku chek. Nihil. Kok belum halangan juga? Aku mulai berdebar. “Ah, mungkin malam nanti,” pikirku. Haripun berganti. Dan masih belum ada tanda haid yang biasa aku rasakan. Oh Tuhan.... Mungkinkah aku!!??

Kalender berjalan. Berhenti diangka 25. Masih belum halangan juga. Mulai curiga. Ah, aku tetap harus memberanikan diri untuk tes dini kehamilan. Ku lirik taspack yang masih tertata rapi di sudut kamar. Haruskah??

Tanpa berpikir panjang, ku raih taspack itu. Segera berlari ke kamar mandi untuk mendapat urine murni (urine pertama di pagi hari). Tik tok tik tok. Sedetik dua detik belum terlihat dan di detik berikutnya ku pejamkan mata erat erat. Entahlah. Pikiranku kosong. Apapun hasilnya nanti, jika positif, haruskah aku bahagia? Alloh.. Maka genggam tanganku. 

 Ku buka mata di detik ke sepuluh. Dua garis tampak disana. Artinya? Kalian pasti tau. AKU HAMIL!! Alloh.. Subhanalloh.. Aku tersenyum sumringah. Wajah pucat menahan lelah berubah seketika. Kulirik sekali lagi hasil tespack ditanganku. Masih tak percaya. Masih ragu. Alloh, sungguhkah?

Kusimpan hasil taspack ke tempat semula. Apa yang harus aku sampaikan pada Suami? Haruskah aku sampaikan? Bagaimana dengan Mama? Bagaimana dengan deritanya? Alloh, mengapa semua begitu rumit...

Dan seketika gelap. Memilih untuk kembali terpejam. Kepala terasa sangat berat. Maafkan Bunda, Nak..

_Mrs. Dy

0 komentar:

Posting Komentar


up