Bersahabat dengan kegelapan
Tanpa Cahaya, meraba
Melangkah dengan tongkatnya...
Bersahabat dengan keheningan
Tanpa suara, membisu
Berkata dengan bahasa isyaratnya...
Itulah Mereka...
Bersahabat dengan kursi roda
Tanpa mengeluh, meratap
Tetap tegar menjalani kehidupannya...
Ku tuliskan syair ini atas rasa banggaku pada kalian...
Makhluk Tuhan yang sangat luar biasa...
Meski tak sempurna, tetap bertahan dengan semarak semangatnya!!
Untuk sahabat-sahabat difable ku, jangan pernah menyerah...
Kalian inspirasi hidupku...
thanks alot_*
By :
Drara Novia D.A (08 Oktober 2011)
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ilmu komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menyelenggarakan rangkaian acara “pekom kusuka”. Acara akan dilaksanakan selama empat hari (03-06/10) dengan rangkaian acara yaitu : Seminar CSR (Corporate Social Responsibility), Donor darah, Pameran Advertising dan Seminar Advertising. Acara ini diselenggarakan dalam rangka mengadakan kegiatan rutin tahunan mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga dan mempublikasikannya dengan kegiatan-kegiatan sosial yang kreatif. Rangkaian acara akan dilaksanakan di ruang interaktif center Fakultas Ilmu Sosial Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga.
Acara pertama (03/10) dibuka oleh Drs. Bono Setyo M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang dilanjutkan dengan Seminar CSR bertajuk “Mengenal CSR dalam Tugas Fungsi Sosial Masyarakat”. Acara ini menghadirkan narasumber Risma Kusumanendra, praktisi dari kapilawastu dan Wahyu Choiriyah, M.Si., Dosen Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta. Menurut Wahyu, belajar CSR bagi calon-calon Public Relation sangat diperlukan, karena dengan mengenal lebih dalam program CSR akan semakin menambah pengalaman dan pengetahuan tentang dunia Public Relation. “ saya harap CSR bukan lagi sekedar wacana belaka, namun aplikasinya dapat dilaksanakan dan dirasakan oleh semua kalangan, baik stakeholders maupun masyarakatnya” ujarnya.
By : Drara Novia D.A (Mahasiswi Ilmu Komunikasi’09 UIN-Suka)
Dalam UUD 1945 pasal 31 (1) tentang pendidikan dan kebudayaan juga ditekankan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah harus menghapus sekat yang selama ini menjadi penghalang antara difabel dengan anak-anak lainnya (normal), agar pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi dapat diterapkan disetiap lembaga pendidikan. Hak pendidikan bagi difabel adalah sama dengan hak pendidikan orang kebanyakan, mereka berhak bersekolah di sekolah-sekolah favorit, dan berhak mendapatkan aksesibilitas yang layak disekolah tempat mereka berada, baik dalam bentuk fasilitas bangunan gedung maupun lingkungan yang mendukung aksesibilitas sistem pendidikan .
Semua peserta didik termasuk difabel juga berhak memperoleh sistem pendidikan yang adil. Adil disini diartikan sebagai sebuah sistem yang mampu mengakomodasi kebutuhan semua pesert didik. Namun kanyataan di lapangan justru menunjukkan bahwa sistem pendidikan belum memenuhi standard keadilan. Pendidikan lebih bersifat elitis dan eksklusif serta lebih mementingkan kaum borjuis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari tidak meratanya pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Oleh karena itu, semua lembaga pendidikan harus menciptakan lingkungan inklusif bagi anak didik melalui sistem pendidikan inklusi. Sistem ini dapat diartikan sebagai pelayanan pendidikan secara terbuka yang diterapkan di semua lembaga pendidikan kepada anak didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar belakang etnik/suku, kondisi social, kemampuan ekonomi, politik keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin maupun agama/kepercayaan. Selain itu, sistem pendidikan inklusi juga menempatkan anak-anak didik yang berkebutuhan khusus (ABK) bersama dengan siswa normal, agar potensi dan bakat mereka dapat berkembang dan terasah secara optimal.
Sekolah harusnya menjadi tempat di mana setiap anak didik merasa dimiliki, dan diterima oleh seluruh pihak sekolah, serta memandang perbedaan menjadi sebuah keindahan yang dapat saling melengkapi dan memberikan dukungan. Adapun manfaat dari diselenggarakannya pendidikan inklusi adalah mengenalkan keragaman dan menjadikan dunia pendidikan kaya akan keragaman. Serta akan menimbulkan rasa empati dan solidaritas dikalangan peserta didik. bagi diffabel sendiri dengan pendidikan inklusif maka mereka akan belajar tentang persamaan kesempatan dan persamaan hak pendidikan. Untuk itu, pemerintah serta penyelenggara pendidikan seyogyanya segera membentuk sebuah wadah pendidikan yang inklusif bagi semua peserta didik.
by :
Drara Novia D.A
Akan ku bingkai senyummu dengan sisa waktu yang ku punya..
Akan ku rekam dalam memori ku semua cerita tentang dirimu..
Tentang kamu..
Kau semangatku..Kau yang membuatku berarti ditengah kerapuhanku..
Kau bintangku.. Bintang yang selalu terang dihatiku..
Apakah aku mampu berdiri tanpamu??apakah kau akan pergi??
Aku bahkan sudah berusaha tegar dihadapanmu...
Aku berusah menata hati dan menebar senyum untuk semangatmu..
Aku mohon...
Jangan pergi...
Semangat ini ada karna mu..
Tetaplah disini..tetaplah disampingku..
Kau harus kuat..Kau harus bertahan melawan sakit itu..
Aku mencintaimu..bahkan terlalu mencintaimu...
Aku tak ingin kau pergi..
Aku tak mau sendiri...
Sungguh!!
Wanita itu terus berjalan menaiki tangga yang menghubungkan pasar Bringharjo lantai satu, dua dan lantai tiga. Di punggungnya terdapat setumpuk barang belanjaan yang dibungkus dengan selendang lusuh dan Ia topang dengan kedua tangannya. “Pemandangan yang miris” Itulah yang terlihat dari guratan wajah para buruh gendong di pasar Bringharjo.
Ibu Rubiem. Dia adalah seorang wanita berumur 66 tahun yang berasal dari Kulon Progo. Sudah hampir 35 tahun ini Dia berprofesi sebagai buruh gendong di pasar Bringharjo. Sebelum menjadi buruh gendong, wanita yang telah dikaruniai dua orang anak dan dua orang cucu ini pernah bekerja sebagai tani sewa bersama suaminya di Kulon Progo. Dia menggarap sawah milik majikannya. Namun karena pekerjaan tersebut tidak mampu mengangkat perekonomian keluarganya, Ibu Rubiem memilih untuk pergi ke kota Yogjakarta dan menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo
Bu Rubiem mengaku, alasannya memilih berprofesi sebagai buruh gendong karena saat itu Dia tidak mempunyai modal apapun untuk berdagang atau berprofesi lainnya. Bu Rubiem hanya mampu menjual jasa dan tenaganya untuk membantu mengangkut barang belanjaan orang-orang yang berbelanja di pasar Bringharjo.” Cuma ini yang bisa Saya kerjakan mbak” tuturnya ketika ditanya hal tersebut.
Wanita itu begitu renta. Namun semangatnya untuk tetap bekerja masih tetap membara. Meski penghasilan dari Ia menjadi buruh gendong di Pasar Bringharjo tidaklah seberapa, namun Dia seolah telah terbiasa dengan pekerjaan mulia itu. Setiap harinya Bu Rubiem bekerja mulai pukul 09.00-16.00. Sekali gendong Bu Rubiem hanya mendapat uang Rp.1.000,00 - Rp.2.000,00. Bahkan terkadang Bu Rubiem hanya diberi Rp. 500,00 oleh orang yang menyuruh membawakan belanjaannya. Bu Rubiem tidak berani mematok harga atas tenaga yang Ia keluarkan. Dia khawatir jika Ia mematok harga, jasanya tidak akan digunakan lagi oleh para konsumen yang berbelanja di sana. Kini, untuk mendapatkan uang Rp. 20.000,00 Bu Rubiem harus bisa menggendong 50 kg perharinya.
Tiga puluh tahun yang lalu, ketika pasar Bringharjo masih merupakan pasar tradisional yang hanya berupa bangunan satu lantai, tenaga Bu Rubiem sangat ramai dibutuhkan oleh masyarakat yang berbelanja di pasar Bringharjo. Penghasilanya bisa mencapai Rp.5.000,00 hingga Rp. 10.000,00 perhari (tempo dulu). Sehingga Bu Rubiem setiap harinya dapat pulang pergi Kulon Progo-Jogja dengan menggunakan angkutan umum. Namun sekarang, setelah pasar Bringharjo mengalami perkembangan dan dibangun menjadi tiga lantai, pasar Bringharjo menjadi sepi pengunjung. Terutama di pasar bagian belakang tempat Ibu Rubiem menjual jasanya. Penghasilannya merosot tajam. Kini Dia hanya bisa mendapatkan uang Rp. 25.000,00 perharinya. Sehingga Bu Rubiem hanya mampu pulang satu bulan sekali sampai tabungannya benar-benar cukup untuk pulang pergi dan membantu perekonomian keluarganya di rumah.
Selain Bu Rubiem, masih banyak orang-orang yang memiliki nasib serupa dengannya yaitu menjadi Buruh Gendong di pasar Bringharjo. Meskipun banyak para pelaku buruh gendong di pasar Bringharjo, namun mereka tidak pernah saling berebut ketika ada konsumen pasar Bringharjo yang ingin memanfaatkan jasa salah satu dari buruh gendong ini. Rasa legowo dan tenggang rasa sangat terlihat dari sekumpulan buruh gendong di pasar Bringharjo ini. Mereka mampu mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan baik.
Setiap hari jum’at legi, para buruh gendong ini berkumpul di masjid Muttaqien yang letaknya di selatan pasar Bringharjo, untuk sekedar berkumpul atau melakukan kegiatan simpan pinjam. Kegiatan ini sangat membantu perekonomian para buruh gendong. Dengan bunga yang relative murah, para buruh gendong ini memanfaatkan kegiatan simpan pinjam untuk memperbaiki perekonomian hidup dan keluarganya.
Begitupun dengan Bu Rubiem. Bu Rubiem memanfaatkan kegiatan simpan pinjam tersebut untuk modal dagang salah satu anaknya di pasar Bringharjo. “ Hanya warung kecil-kecilan mbak, tapi Saya berharap warung itu dapat mencukupi kebutuhan anak Saya dan keluarganya” ungkapnya sambil tersenyum tipis.
Ibu Rubiem merupakan sosok yang sudah seharusnya kita teladani. Dengan kondisi perokonomian yang serba terbatas, Ia tetap bertahan dan terus menikmati pekerjaannya. Usia yang renta dengan tubuh yang tak lagi tegak tidak mematahkan semangatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Dia layak menjadi Wonder Woman atas pekerjaannya.
by:
Drara Novia D.A
yang dapat menuntunku menuju surga-Mu
yang akan menguatkan ku disaat aku lemah
yang akan menjagaku hingga batas waktu ku..
Aku menanti sosok adam dalam hidupku..
dalam sebuah mimpi yang dengannya ku sempurnakan
dalam sebuah ikatan yang dengannya ku persembahkan..
hidup...cinta...dan ketulusan..
Aku menanti sosok adam dalam hidupku..
dalam doa yang terlantun dari lisanku
dalam kisah yang tak terbaca lewat kalbuku..
dalam asa...yang terlampau haus akan cinta..
Aku menanti sosok adam dalam hidupku..
akankah dia ada menjamahku..??
sampai kapan aku harus menunggu..!?
sungguh..!!!
atas nama Engkau ya Robb...
by: Wira Nugraha
Seminar ini menghadirkan narasumber Agus Nuryatno, Ph.D, - dosen fakultas Tarbiyah UIN Sunan kalijaga – yang menyampaikan pendidikan inklusi sebagai upaya mengembalikan humanitas pendidikan, Mujimin, M.Pd - ketua program PLB UNY- yang berbicara tentang aspek kebijakan pendidikan tinggi berkaitan dengan difabel, Risna Utami, SH, IHPM - direktur UCPRUK Yogyakarta – yang menyampaikan pengalamannya sebagai difabel yang sudah menempuh pendidikan tinggi dan Abdul Kholid, President Mahasiswa UIN.
Acara dimulai pukul 08.00 yang dibuka oleh narasumber pertama, Agus Nuryatno. Menurutnya, pendidikan inklusi tidak sekedar pendidikan biasa tanpa nilai dan komitmen, tapi didalamnya terkandung muatan dan komitmen terhadap persoalan keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan. “sistem pendidikan inklusi harus diperjuangkan, bukan untuk dimintakan belas kasihan,”tandasnya.
Menurut Jundan, ketua panitia kunjungan Educative touring, dengan diadakannya kunjungan ini diharapkan mahasiswa dapat melihat secara langsung bagaimana peran seorang PR dalam perusahaan. Hal ini akan menambah pengetahuan mahasiswa tentang pekerjaan rill seorang PR. “Seorang PR harus mengerti apa saja yang dilakukan perusahaannya, mulai dari produksi hingga sosialisasi.” Kata Jundan.