Artikel : Buruh Gendong Bringharjo

WONDER WOMAN di Pasar Bringharjo

Wanita itu terus berjalan menaiki tangga yang menghubungkan pasar Bringharjo lantai satu, dua dan lantai tiga. Di punggungnya terdapat setumpuk barang belanjaan yang dibungkus dengan selendang lusuh dan Ia topang dengan kedua tangannya. “Pemandangan yang miris” Itulah yang terlihat dari guratan wajah para buruh gendong di pasar Bringharjo.

Ibu Rubiem. Dia adalah seorang wanita berumur 66 tahun yang berasal dari Kulon Progo. Sudah hampir 35 tahun ini Dia berprofesi sebagai buruh gendong di pasar Bringharjo. Sebelum menjadi buruh gendong, wanita yang telah dikaruniai dua orang anak dan dua orang cucu ini pernah bekerja sebagai tani sewa bersama suaminya di Kulon Progo. Dia menggarap sawah milik majikannya. Namun karena pekerjaan tersebut tidak mampu mengangkat perekonomian keluarganya, Ibu Rubiem memilih untuk pergi ke kota Yogjakarta dan menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo

Bu Rubiem mengaku, alasannya memilih berprofesi sebagai buruh gendong karena saat itu Dia tidak mempunyai modal apapun untuk berdagang atau berprofesi lainnya. Bu Rubiem hanya mampu menjual jasa dan tenaganya untuk membantu mengangkut barang belanjaan orang-orang yang berbelanja di pasar Bringharjo.” Cuma ini yang bisa Saya kerjakan mbak” tuturnya ketika ditanya hal tersebut.

Wanita itu begitu renta. Namun semangatnya untuk tetap bekerja masih tetap membara. Meski penghasilan dari Ia menjadi buruh gendong di Pasar Bringharjo tidaklah seberapa, namun Dia seolah telah terbiasa dengan pekerjaan mulia itu. Setiap harinya Bu Rubiem bekerja mulai pukul 09.00-16.00. Sekali gendong Bu Rubiem hanya mendapat uang Rp.1.000,00 - Rp.2.000,00. Bahkan terkadang Bu Rubiem hanya diberi Rp. 500,00 oleh orang yang menyuruh membawakan belanjaannya. Bu Rubiem tidak berani mematok harga atas tenaga yang Ia keluarkan. Dia khawatir jika Ia mematok harga, jasanya tidak akan digunakan lagi oleh para konsumen yang berbelanja di sana. Kini, untuk mendapatkan uang Rp. 20.000,00 Bu Rubiem harus bisa menggendong 50 kg perharinya.

Tiga puluh tahun yang lalu, ketika pasar Bringharjo masih merupakan pasar tradisional yang hanya berupa bangunan satu lantai, tenaga Bu Rubiem sangat ramai dibutuhkan oleh masyarakat yang berbelanja di pasar Bringharjo. Penghasilanya bisa mencapai Rp.5.000,00 hingga Rp. 10.000,00 perhari (tempo dulu). Sehingga Bu Rubiem setiap harinya dapat pulang pergi Kulon Progo-Jogja dengan menggunakan angkutan umum. Namun sekarang, setelah pasar Bringharjo mengalami perkembangan dan dibangun menjadi tiga lantai, pasar Bringharjo menjadi sepi pengunjung. Terutama di pasar bagian belakang tempat Ibu Rubiem menjual jasanya. Penghasilannya merosot tajam. Kini Dia hanya bisa mendapatkan uang Rp. 25.000,00 perharinya. Sehingga Bu Rubiem hanya mampu pulang satu bulan sekali sampai tabungannya benar-benar cukup untuk pulang pergi dan membantu perekonomian keluarganya di rumah.

Selain Bu Rubiem, masih banyak orang-orang yang memiliki nasib serupa dengannya yaitu menjadi Buruh Gendong di pasar Bringharjo. Meskipun banyak para pelaku buruh gendong di pasar Bringharjo, namun mereka tidak pernah saling berebut ketika ada konsumen pasar Bringharjo yang ingin memanfaatkan jasa salah satu dari buruh gendong ini. Rasa legowo dan tenggang rasa sangat terlihat dari sekumpulan buruh gendong di pasar Bringharjo ini. Mereka mampu mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan baik.
Setiap hari jum’at legi, para buruh gendong ini berkumpul di masjid Muttaqien yang letaknya di selatan pasar Bringharjo, untuk sekedar berkumpul atau melakukan kegiatan simpan pinjam. Kegiatan ini sangat membantu perekonomian para buruh gendong. Dengan bunga yang relative murah, para buruh gendong ini memanfaatkan kegiatan simpan pinjam untuk memperbaiki perekonomian hidup dan keluarganya.
Begitupun dengan Bu Rubiem. Bu Rubiem memanfaatkan kegiatan simpan pinjam tersebut untuk modal dagang salah satu anaknya di pasar Bringharjo. “ Hanya warung kecil-kecilan mbak, tapi Saya berharap warung itu dapat mencukupi kebutuhan anak Saya dan keluarganya” ungkapnya sambil tersenyum tipis.

Ibu Rubiem merupakan sosok yang sudah seharusnya kita teladani. Dengan kondisi perokonomian yang serba terbatas, Ia tetap bertahan dan terus menikmati pekerjaannya. Usia yang renta dengan tubuh yang tak lagi tegak tidak mematahkan semangatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Dia layak menjadi Wonder Woman atas pekerjaannya.

by:
Drara Novia D.A

0 komentar:

Posting Komentar


up