Cerpen (part 8) : Diary Ara

Jika ‘kata’ adalah hal mudah yang bisa ku ucap di hadapanmu, bukan kata ‘cinta’ yang selalu ingin dengan mudah ku kecap. Melainkan ‘maaf ’. Maaf untuk ketidaksempurnaan aku yang mencintaimu. Maka, sempurnakanlah cintaku.

Aku adalah seorang penulis. Kau tau persis, terlalu sulit untuk ku kemas sebuah rasa dalam kata. Hidupku terlalu dekat dengan tema. Dengan huruf yang tersusun rapi menjadi sebuah kalimat dan bukan sekedar kata-kata. Jadi maaf, jika dari kebiasaanku kau meragukan keyakinanku.

Aku tak mudah mengatakan kata ‘cinta’. Bahkan lebih sering mengabaikannya. Mungkin aku gengsi! Aku terlalu kaku mengucapkannya. Jadi maaf, aku egois dengan memaksamu mengerti perasaanku.

Aku sayang kamu. Itu yang selalu ingin ku katakan setiap pagi menyapa. Entahlah. Aku hanya bisa menulisnya. Menjadikanmu sebuah tema dalam episode kisah cintaku. Dan hanya kamu. Kau inspirasi yang tertuang dalam kisahku. Sekali lagi, aku menyayangimu dengan rasa dan bukan kata.

Aku begitu gaduh. Aku suka bicara. Bercerita apapun tentang hidup dan kehidupan. Tapi tidak soal rasa. Dan aku suka mendengar. Mendengarkanmu. Apapun yang kau ceritakan. Kesibukanmu hari ini, masalah yang kau hadapi, tentang keluargamu, teman-temanmu, hingga masa lalumu. Aku suka saat kau bicara. Meski orang bilang kau begitu pendiam. Namun bagiku kau tak jauh berbeda denganku. Kita sama-sama gaduh!

Kita berbeda. Itu jelas tersirat dan tersurat. Sayang, apa itu berarti kita tak berjodoh? Orang bilang jodoh kita cerminan diri kita. Entahlah. Aku tak ingin memikirkannya. Bagiku beda bukan berarti tak sama. Namun perbedaan itu saling melengkapi dan mengisi. Beda itu warna. Jadi, adakah alasan yang membuat jeda perasaanmu?

Apa kau ingat? Aku pernah berkata “wanita itu dipilih bukan memilih”. Jika boleh meminta, sudikah kau memilihku? Aku ingin meresmikan hubungan kita dalam ikatan cinta yang suci. Atas nama sang pencipta cinta. Sehingga tak lagi ada ragu menjadi riak hubungan kita. Bisakah kau memilihku?


Maaf. Hanya maaf yang ingin ku katakan saat ini. Maaf atas ke-acuh-an ku yang kau pasti menyadarinya. Maaf atas egoku untuk memaksamu mengerti perasaanku. Maaf aku tak bisa mengeja rasa menjadi kata ‘cinta’. Maaf atas ketidaksempurnaan aku dan cintaku. Tapi percayalah, aku mencintamu dengan caraku sendiri. Dengan rasa yang ku bangun sendiri. Hanya rasa dan bukan kata. Maka maafkan aku dan sempurnakanlah cintaku. Kini dan nanti.

0 komentar:

Posting Komentar


up