The End - Aku Sarjana!

”Aku Sarjana!!”

Begitulah teriakan teman-teman di sekelilingku. Memaknai satu masa dimana mungkin hanya akan dialami sekali dalam hidup. Memulai rantai kehidupan baru. Hidup yang sesungguhnya. Hidup yang benar-benar untuk mencari penghidupan. Dan kata itu seolah menjadi harapan dalam doa yang menyatu bersama kebahagiaan dari sorot-sorot mata mereka.

>> 25 Agustus 2013

Pagi pukul 04.00 aku terbangun dari tidur. Seperti biasa ku tunaikan kewajiban yang telah menjadi kebutuhanku dan bergegas mandi. Hari ini aku akan di wisuda. Tapi pikiranku masih tak bisa berada di sana. Aku kehilangan semangat untuk mengikuti acara besar itu. Mama. Seandainya dia di sini..

Selesai mandi aku terdiam cukup lama di depan cermin. ‘Apa yang harus aku lakukan dengan tubuhku,’aku tersenyum getir. Ku tatap lekat tubuhku dari ujung rambut sampai telapak kaki. Tubuh yang terbalut lilitan handuk ini menolak mengenakan kebaya yang masih menggantung di dalam lemari kayu.

Aku tau, mungkin aku bukan satu-satunya orang yang wisuda tanpa di hadiri orang tua. Tapi, apa gunanya namaku di panggil pertama kali di atas podium jika tak ada yang mendengar? Apa gunanya aku menjadi sarjana putri terbaik di fakultasku? Nothing! Aku menyerah atas pertanyaanku sendiri.

Pukul 05.00. Handphone ku ramai berdenyit sedari tadi. Banyak sekali sms masuk. Satu persatu ku baca pesan mereka.

“Ra, ayooo bangun. Aku sudah mau meluncur ke salon nih. See u there yaaa..”

“Ra, akhirnya dandan dimana nih? Aku sudah mulai di make-up,”

“Kamu sudah bersiap Ra? Pakai kebaya atau baju hitam putih nih? Ahahahaha,”

“Dandan yang cantik Ra, aku tunggu di kampus,”

“Neng, aku sudah siapin satu bunga khusus untuk kamu. Dandan yang cantik ya,”

“Nduk, hari ini wisuda ya. Selamat. Oh ya, nanti kirim yang banyak ya ke kontak mba,”

“Jeng Ara.. Selamat jeng. Akhirnya dapat gelar juga. Heehehhe. Aku tunggu di kampus. Be the best. Kita potret bareng. Narsis.,”

“Araaaaaaaaaaaa. Idih wisuda nggak kasih kabar nih. Tau gitu aku cancel ke luar kotanya. :( . Selamat Ra, jangan lupa sama aku yang masih menunggumu sampai sejauh ini,”

“Assskum Ara, sedang dimana? aku sudah sampai di tempat temenku nih. Aku minta riasin dia. Malu mau ke salon. Ara nyalon dimana ini? Sampai ketemu di podium ya,”


Aku menutup pesan yang masih tersisa beberapa. Ku letakkan kembali di atas meja tidurku. Aku merenung sejenak. Mencoba mengerti apa yang terjadi pada diri. Ku nyalakan musik Jazz sambil membereskan kamar tidur. 

Satu jam kemudian kubuka almari dan mengambil kebaya merahku. Ku kenakan sambil terus mematuk-matukkan pantulan tubuhku di cermin. Ku poles tipis wajahku untuk menghilangkan rona pucat. Aroma creamy lipstik orange merekahkan senyumku. ‘Lumayan bagus’gumamku. Ku kenakan jilbab yang senada dengan kebaya. Agar terlihat lebih berwarna kusematkan bross bulu berwarna orange yang telah ku persiapkan sebelumnya. Cukup eksotis. Hahaha 



Tepat pukul 07.00 aku siap di jemput pasanganku ke kampus. Parah. Dia datang dan aku belum siap juga. Rasanya tubuh ini tidak biasa. Benar-benar berjalan lebih lambat, beraktivitas lebih lambat, dan lebih banyak merenung dari pada mengerjakan. Aku kehilangan selera di moment besar ku sendiri. Arrrgghh!!!

Dia mengenakan baju kotak-kotak. Baju yang sebenarnya tak cukup ku suka jika di pakai oleh pria. But, apa hak ku untuk melarang? Bukankah selera masing-masing orang berbeda? :D







Salah satu yang membuat aku sedikit menyimpan senyum tidak lain karena kehadirannya. Bagaimana tidak, dia meluangkan sedikit waktunya untuk aku saja sudah cukup baik rasanya. Karena aku tak pernah meminta apapun selain pertahanan hubungan ini. For him, Thanks for coming. Thanks for living.







Aku sampai di depan gedung wisuda sekitar pukul 07.15. Dia memilih untuk kembali ke tempat adekku dan akan kembali lagi bersamanya. Aku sendiri. Berdiri diantara puluhan orang yang bergerombol sendiri-sendiri. Mereka bersama keluarganya. Aku mendengus pasrah. Tak lama kemudian handphoneku berbunyi.

“Ra, dimana?,”tanya seseorang di sebrang telphone.
“Di depan gedung. Kamu dimana jeng?,”
“Bentar lagi nyampek. Aku sama keluargaku. Nanti aku samperin kamu. Jangan sedih, aku temenin kamu,”ujarnya gamblang. Aku tersenyum.
“No matter Dear. I’m fine, nggak usah keburu, aku tunggu kamu,”ujarku mengakhiri pembicaraan.

Aku melangkah mengikuti arus wisudawan wisudawati ke serambi gedung. Mengikuti rangkaian acara foto bersama dan berbaris sesuai urutan cumlaude. Aku tampil di barisan depan mengenakan pakaian togaku. Semua melangkah dengan bangga. Dengan senyum yang mengembang dan dengan dada sedikit di busungkan. Aku berbalik melihat barisan yang berjejer di belakangku. Semua tampak menawan. Wisudawan mengenakan celana hitam dan kemeja putih beserta dasinya. Wisudawati mengenakan kebaya dengan beragam model dandanan kerudung dan riasan wajah yang semakin membuat tampak menonjol. Cantik. Semua tertutup jubah kebesaran bernama “Toga”. Jubah yang mungkin hanya akan digunakan sekali seumur hidup. Terkecuali untuk mereka yang akan melanjutkan studinya. Aku mengangguk mengerti. Ini fenomena sosial yang patut di soroti.

Aku dan semua wisudawan wisudawati mulai di arak untuk masuk ke dalam gedung. Semua berjalan secantik dan segagah mungkin. Dengan senyum yang terus di sunggingkan ke kanan dan ke kiri. Banyak keluarga di depan yang menyambut posesi ini dan mengabadikannya. Aku tertunduk sendiri. ‘Mam, lihatlah. Aku bisa menjadi putri kebanggaan semua orang. Apa aku bisa jadi putri kebanggaan Mama juga? Aku bisa Mam’. Ku tegakkan kembali pandangan mataku. Mengikuti alur yang telah terekam di benakku. Tersenyum dan menganggukkan kepala ke sekeliling. ‘Aku ada di depan, aku tak boleh menunduk,’gertak batinku. Beberapa saat kemudian aku berhasil menjatuhkan pantatku di bangku yang telah di sediakan.

Di dalam gedung ini suasana begitu ramai. Barisan wisudawan wisuda wati duduk rapi di dalam gedung. Sedang untuk wali mahasiswa berada tepat di kursi yang telah di siapkan di atas layaknya di sebuah stadion yang dapat melihat langsung posesi wisuda di laksanakan. Entah apa yang membuat mataku berkaca-kaca. Rasa haru menyeruak dan memecahkan gemuruh yang lama ku tahan. Aku harus kuat.

Pukul 10.00 satu persatu wisudawan wisudawati dipersilakan naik keatas podium untuk pemindahan tali Toga. Dan sebentar lagi giliran fakultasku. Namaku dipanggil pertama kali. Aku berjalan mendekat ke arah dekan dan wakil dekanku. “Selamat Ra,”ujar Bapak Dekan yang memang cukup dekat denganku. Aku mengangguk pelan. Merasakan gemuruh di dada kembali bergetar. Dan sukses! Aku menjatuhkan air mata tepat saat pemindahan tali togaku. Rasa haru menyelimuti ruang hati. ‘Mama, ini untuk Mama,’pekikku sendiri.


Di akhir acara seluruh wisudawan wisudawati diminta berdiri sambil menyanyikan lagu hymne UIN Sunan Kalijaga.
U.I.N. Sunan Kalijaga islam asaz tujuanmu
Membangun citra keagungan bangsa berdasar pancasila

Intregasikan interkoneksikan agama dan ilmu semesta
Kembangkan daya patriot nusa tanah air minta baktimu
Jayalah negara jayalah bangsa UIN berkarya nyata

UIN Sunan Kalijaga Islam azas tujuanmu
Membangun citra keagungan bangsa berdasar pancasila
Intregasikan interkoneksikan agama dan ilmu semesta
Kembangkan daya patriot nusa tanah air minta baktimu
Jayalah negara jayalah bangsa UIN berkarya nyata
Amin...

Lepas acara wisuda aku bergegas pulang bersama keluarga dan juga pasanganku. Mereka datang cukup terlambat. Kita mengambil beberapa dokumentasi untuk kenang-kenangan dan makan bersama sebagai ungkapan syukur. 


Hari ini, 25 Agustus 2013. Aku resmi mendapat gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.Ikom) dan mendapat predikat Cumlaude dengan IPK 3,72.



Bagiku ini bukan sesuatu yang membanggakan. Tapi setidaknya aku bisa melukis senyum di bibir Mama. Thnks Mam. I Love You J

_Mrs. Dy

0 komentar:

Posting Komentar


up