Aku
punya mimpi. Mimpi yang begitu sederhana. Mimpi yang menjadi doa dalam setiap
sujud. Mimpi yang hanya mimpi. Aku terjebak dalam mimpiku sendiri.
*Tiga hari
menjelang hari-H*
Aku merutuk
diri sendiri. Menutup duka dalam tawa. Menghapus senyum lewat canda. Apa aku
harus melakukannya?
Masih
hening. Dini hari ini begitu dingin. Udara malam menyeruak dari bilik-bilik
jendela kamar yang ku biarkan terbuka. Rintik hujan masih menetes di riak-riak
atap. Suaranya melengking membuat alunanya sendiri. Langit tumpah ruah oleh
tangis. Bumi terasa penuh oleh triakan hujan. Ia bersedih. Samakah kita?
Mataku tak
bisa terpejam. Entah untuk berapa malam. Tak tau harus melakukan apa. Hanya
berjalan kesana kemari tanpa suara. Membisu. Menyatu dengan perihnya hari.
Menatap pada getir langit yang pekat. Tidakkah kau gusar wahai langit? Aku
mengamatimu terlalu dekat.
Pada bulir
hujan yang menetes beraturan. Bisakah temani aku sejenak? Aku begitu ketakutan.
Aku tak tau kemana harus kulangkahkan kaki ini. Seperti di padang gersang. Aku
kehilangan arah tujuan. Taukah?
Kemana ku
benamkan lara ini. Sedang tak satupun bisa mengerti. Ah, aku bahkan sendiri.
Aku benar-benar sendiri. Kemana mereka?
Waktu begitu
cepat merambat. Bayang mentari menyelinap di arah timur. Membuatku semakin
ketakutan. Hari apakah ini? Mengapa begitu cepat berganti?
Rintik hujan
perlahan menghilang. Hanya tersisa basah yang menyisakan aroma hujan. Aku
menyukainya. Aroma itu menusuk rongga hidungku. Bersih. Bau yang khas membawa
damai. Sejenak aku terlupa bebanku. Lebih tepatnya sengaja menanggalkannya. Aku
rindu aroma ini. Hujan. Aku merindukan mimpiku.
_Mrs. Dy
0 komentar:
Posting Komentar