Sebuah Monolog *part I


Pernahkah kau bosan untuk hidup?
Pernahkah kau benci dengan kehidupan?
Aku pernah,
Yaa aku pernah merasakannya. Bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali.
Aku hanya seorang wanita yang selalu mencoba hidup tegar dan dewasa.
Membantu meringankan beban dan keluh kesah orang lain tanpa perduli dengan beban hidupku.
Well, bukan berarti aku tidak memikirkannya! Namun aku selalu berpikir aku bisa menyelesaikannya sendiri.
Tanpa harus mengeluh, bersumpah serapah, mengaduh pada orang lain
Karna pada akhirnya aku harus tetap menikmati ujian itu.
Namun taukah, terkadang menjadi kuat itu melelahkan!
Aku manusia biasa!
Aku butuh bahu, aku butuh teman untuk berbagi, aku butuh sosok yang bisa memotivasi!
Meski akhirnya aku pendam dalam hati.
Tak jarang aku bosan untuk hidup.
Hidup yang terasa semakin rumit, pahit dan cobaan datang silih berganti tiada henti.
Bukan karena aku tak tau diri, namun aku tak mengerti dengan alur Tuhan yang tak pasti.
Mengapa aku tercipta?
Pernah juga aku merasa benci dengan kehidupan.
Ketika satu persatu orang yang aku cintai menghilang dari hidupku.
Sosok ayah yang seharusnya menjadi panutanku, sosok kakek yang begitu tulus menjagaku, sosok nenek yang selalu asah asih dan asuh mendidikku, dan kini sosok mama yang terlalu jauh dimataku.
Siapa lagi setelah ini?
Aku benci dengan kehidupan! Aku benci mencintai, dan aku benci ditinggalkan!
Benci? Apakah satu kata yang tepat?
Tidak!! Aku tak membencinya.
Aku hanya takut. Yaaa, TAKUT!!
Aku takut dengan kehidupan yang aku jalani, dengan rasa cinta yang ku miliki dan kepastian bahwa suatu hari nanti aku akan ditinggalkan.
Semua datang dan pergi dengan kenangan tersendiri.
Sangat singkat, sangat cepat, sesakit ini...
Mereka datang, menjadi satu nadi dan menyatu dalam darah kehidupanku.
Menghangatkan setiap sel aktif dalam tubuhku.
Membuat ceritanya sendiri, dan aku begitu menikmati alurnya.
Terbingkai dalam tangga nada yang indah. Dan aku tak pernah bosan menyanyikannya.
Tuhan, aku merindukan puing semangat kehidupanku.
***
Dibalik itu...
Aku bersyukur masih bisa merasakan ketakutan ini.
Dari cobaan hidup yang aku jalani.
Aku sadar!
Aku tak harus mengeluh, karena Engkau selalu siap menjadi bahu saat aku bersujud
Aku tak harus mengaduh, karena Engkau tak akan memberi cobaan diluar batas kemampuanku
Aku tak harus meratap, karena Engkau tinggal dekat dalam denyut nadiku
Karena...
Dari perpisahan aku belajar makna pertemuan,
Dari kesakitan aku belajar menjadi senyum dalam tangisan,
Dari cobaan aku belajar lebih bersyukur menikmati segala yang Engkau berikan.
Meski tak selalu indah, meski jauh dari harapan, aku percaya Tuhan, yang Kau tuliskan adalah yang terbaik untuk masa depanku.
Tuhan... Ajarkan aku bersyukur!!


0 komentar:

Posting Komentar


up