Renungan Sesi I : Tukang Parkir

Tukang Parkir. Apa yang kamu pikirkan tentang keberadaannya?

Right. Seseorang yang bekerja dengan jasanya untuk memandu kita memparkirkan kendaraan yang kita gunakan. Orang yang menyambut kita pertama kali saat berada di suatu tempat. Orang yang mengenakan dresscode pakaian dengan rompi orange yang menggunakan gestur tubuh sebagai alat komunikasinya. Atau sekedar orang yang mencari nafkah. Saya yakin sangat banyak devinisi yang berbeda dari setiap kepala. Itu sangat wajar. Seringkali kita memaknai satu objek dengan sudut pandang dan kaca mata yang berbeda. Dan argumen setiap orang tidak dapat di salahkan. Kecuali jika hasil argumen melenceng dari fakta di lapangan. Misalnya ketika menjawab pertanyaan di atas seseorang menjawab “tukang parkir adalah orang yang setiap hari bekerja mengemudikan pesawat jet”. Itu jelas jawaban yang tidak pada tempatnya.

Jawaban-jawaban yang telah di sebutkan di atas adalah gambaran besar kegiatan tukang parkir yang dapat kita amati secara kasat mata. Dialah orang yang pertama kali menyambut kita saat tiba di suatu tempat, memandu kita memparkirkan kendaraan dengan benar, menjaga kendaraan kita dari hal-hal yang tidak kita inginkan, dan pada akhirnya mengembalikan kendaraan kita dengan kondisi utuh dengan imbalan upah yang tidak besar jumlahnya.

Dari tugas-tugas di atas, ada satu kegiatan yang terus terang saya renungi dan saya ambil pelajarannya. “Menjaga kendaraan dari kegiatan yang tidak kita inginkan”. Tugas seorang Tukang parkir tidaklah mudah. Dia diberi kepercayaan menjaga titipan orang lain. Bahkan berusaha memantau jika sewaktu-waktu terjadi kehilangan atau tindak kejahatan lainnya. Jasa Tukang parkir sangat besar bagi kita yang menyadarinya.

“Titipan”. Menjadi satu kata yang ingin saya perdalam. Seorang Tukang parkir selalu berusaha menjaga titipannya dengan sangat hati-hati. Tujuannya satu. Agar kepercayaan yang diberikan oleh sang Empunya kendaraan terselamatkan. Dia tidak pernah sombong mana kala banyak kendaraan yang di percayakan kepadanya. Dia tak pernah sedikitpun bersedih manakala kendaraan yang di jagannya kemudian di ambil kembali oleh si Empunya. Dia ikhlas menjaga titipannya meski pada akhirnya dia tak dapat memiliki seutuhnya.

Dari situlah makna hidup yang saya pelajari. Bahwasanya, apa yang ada pada diri saya dan datang kepada saya hanyalah sebuah “Titipan” dari yang Maha Kuasa. Tuhan. Dialah pemilik diri saya dan apa yang saya bisa nikmati saat ini. Kenyataannya saya adalah Tukang Parkir untuk diri saya sendiri. Saya harus berusaha menjaga “Titipan” ini dengan sebaik-baiknya. “Titipan fisik” maupun “Titipan benda”.

Dari situ saya mulai bertanya, apa yang akan terjadi jika Tuhan ingin mengambil “Titipan” ini? Apa hak saya untuk menghardik-Nya? Memintanya mengembalikan sesuatu yang bukan menjadi milik saya sepenuhnya. Apa pantas jika saya memaki Tuhan? Apalagi men-dikte Tuhan untuk membuat abadi apa yang saya miliki saat ini. Bukankah itu mengkufurkan hidup saya?

Tuhan memberi saya fisik yang sangat biasa. Saya bersyukur karena saya terlahir normal. Tuhan memberi saya keluarga terbaik. Saya bersyukur memilikinya. Tuhan memberi saya banyak teman. Saya bersyukur karena saya tidak sendiri. Tuhan memberi saya materi yang cukup. Saya bersyukur karena saya masih bisa berbagi dengan sesama. Tuhan memberi saya lebih dan lebih. Lantas, apa alasan saya yang masih terus merasa kurang?

Belajar dari Tukang parkir. Tuhan memberi saya upah berupa pahala dan keberkahan hidup mana kala saya mampu menjaga barang “Titipan”nya. Namun, saya harus bersiap mana kala Tuhan mengambil satu di antaranya. Saya harus siap kehilangan. Saya harus bisa meng-ikhlaskan. Saya harus pandai bersyukur atas “Titipan” ini. Lantas, apa yang bisa saya sombongkan saat ini?

Kecantikan fisik pasti akan pudar. Mata dengan bulu mata yang lentik akan semakin kabur dan kehilangan cahayannya. Hidung yang terlihat mancung dengan bibir seksi yang semakin indah dengan senyumanpun akan berubah mana kala usia semakin senja. Kulit halus menjadi keriput. Dan yang kuat menjadi lemah. Inikah yang saya banggakan!

Keluarga, Teman, dan orang-orang yang saya sayangi. Mereka hanya “Titipan”. Satu persatu akan menghadap-Nya. Layaknya daun yang berguguran dari pohon. Mereka pergi dan hanya akan meninggalakan sebuah memory yang telah kita ciptakan sendiri jalan ceritanya.

Terutama materi. Harta, uang, kekayaan, jabatan, kesenangan duniawi hanyalah sebuah elegi semu yang seringkali melenakan. Seolah kita memiliki slogan “Hidup untuk Materi”. Kita lupa sedekah, lupa beribadah, lupa diri dan parahnya lagi lupa hati. Materi juga menjadi pemicu utama tindakan kejahatan. Orang berkelahi karena materi, orang bercerai karena materi, orang saling mendengki karena materi. Padahal kenyataannya, materi hanya sesaat. Tuhan tidak pernah memandang kita dari kacamata materi tetapi dari ibadah yang kita jalankan. Keyakinan yang kita pegang dan keimanan yang kita tanam dalam diri dan sanubari.


Mungkin Tuhan terlalu sayang. Tuhan terlampau bijaksana. Tuhan menciptakan semua hal yang menggembirakan hati. Tuhan menitipkan apa yang menjadi miliknya. Yaap. Semua hanya sebuah “Titipan”. Dan hanya menunggu “waktu” hingga Tuhan mengambil “Titipan” itu. 

_Mrs. Dy

0 komentar:

Posting Komentar


up