Tukang Parkir. Apa yang kamu pikirkan tentang keberadaannya?
Right. Seseorang yang bekerja dengan jasanya untuk memandu kita
memparkirkan kendaraan yang kita gunakan. Orang yang menyambut kita pertama
kali saat berada di suatu tempat. Orang yang mengenakan dresscode pakaian
dengan rompi orange yang menggunakan gestur tubuh sebagai alat komunikasinya.
Atau sekedar orang yang mencari nafkah. Saya yakin sangat banyak devinisi yang
berbeda dari setiap kepala. Itu sangat wajar. Seringkali kita memaknai satu
objek dengan sudut pandang dan kaca mata yang berbeda. Dan argumen setiap orang
tidak dapat di salahkan. Kecuali jika hasil argumen melenceng dari fakta di
lapangan. Misalnya ketika menjawab pertanyaan di atas seseorang menjawab
“tukang parkir adalah orang yang setiap hari bekerja mengemudikan pesawat jet”.
Itu jelas jawaban yang tidak pada tempatnya.
Jawaban-jawaban yang telah di sebutkan di atas adalah gambaran
besar kegiatan tukang parkir yang dapat kita amati secara kasat mata. Dialah
orang yang pertama kali menyambut kita saat tiba di suatu tempat, memandu kita
memparkirkan kendaraan dengan benar, menjaga kendaraan kita dari hal-hal yang
tidak kita inginkan, dan pada akhirnya mengembalikan kendaraan kita dengan
kondisi utuh dengan imbalan upah yang tidak besar jumlahnya.
Dari tugas-tugas di atas, ada satu kegiatan yang terus terang
saya renungi dan saya ambil pelajarannya. “Menjaga kendaraan dari kegiatan yang
tidak kita inginkan”. Tugas seorang Tukang parkir tidaklah mudah. Dia diberi
kepercayaan menjaga titipan orang lain. Bahkan berusaha memantau jika
sewaktu-waktu terjadi kehilangan atau tindak kejahatan lainnya. Jasa Tukang
parkir sangat besar bagi kita yang menyadarinya.
“Titipan”. Menjadi satu kata yang ingin saya perdalam. Seorang
Tukang parkir selalu berusaha menjaga titipannya dengan sangat hati-hati.
Tujuannya satu. Agar kepercayaan yang diberikan oleh sang Empunya kendaraan
terselamatkan. Dia tidak pernah sombong mana kala banyak kendaraan yang di
percayakan kepadanya. Dia tak pernah sedikitpun bersedih manakala kendaraan
yang di jagannya kemudian di ambil kembali oleh si Empunya. Dia ikhlas menjaga
titipannya meski pada akhirnya dia tak dapat memiliki seutuhnya.
Dari situlah makna hidup yang saya pelajari. Bahwasanya, apa
yang ada pada diri saya dan datang kepada saya hanyalah sebuah “Titipan” dari
yang Maha Kuasa. Tuhan. Dialah pemilik diri saya dan apa yang saya bisa nikmati
saat ini. Kenyataannya saya adalah Tukang Parkir untuk diri saya sendiri. Saya
harus berusaha menjaga “Titipan” ini dengan sebaik-baiknya. “Titipan fisik”
maupun “Titipan benda”.
Dari situ saya mulai bertanya, apa yang akan terjadi jika Tuhan
ingin mengambil “Titipan” ini? Apa hak saya untuk menghardik-Nya? Memintanya
mengembalikan sesuatu yang bukan menjadi milik saya sepenuhnya. Apa pantas jika
saya memaki Tuhan? Apalagi men-dikte Tuhan untuk membuat abadi apa yang saya
miliki saat ini. Bukankah itu mengkufurkan hidup saya?
Tuhan memberi saya fisik yang sangat biasa. Saya bersyukur
karena saya terlahir normal. Tuhan memberi saya keluarga terbaik. Saya
bersyukur memilikinya. Tuhan memberi saya banyak teman. Saya bersyukur karena
saya tidak sendiri. Tuhan memberi saya materi yang cukup. Saya bersyukur karena
saya masih bisa berbagi dengan sesama. Tuhan memberi saya lebih dan lebih.
Lantas, apa alasan saya yang masih terus merasa kurang?
Belajar dari Tukang parkir. Tuhan memberi saya upah berupa
pahala dan keberkahan hidup mana kala saya mampu menjaga barang “Titipan”nya.
Namun, saya harus bersiap mana kala Tuhan mengambil satu di antaranya. Saya
harus siap kehilangan. Saya harus bisa meng-ikhlaskan. Saya harus pandai
bersyukur atas “Titipan” ini. Lantas, apa yang bisa saya sombongkan saat ini?
Kecantikan fisik pasti akan pudar. Mata dengan bulu mata yang lentik akan semakin kabur dan kehilangan cahayannya. Hidung yang terlihat mancung dengan bibir seksi yang semakin indah dengan senyumanpun akan berubah mana kala usia semakin senja. Kulit halus menjadi keriput. Dan yang kuat menjadi lemah. Inikah yang saya banggakan!
Keluarga, Teman, dan orang-orang yang saya sayangi. Mereka
hanya “Titipan”. Satu persatu akan menghadap-Nya. Layaknya daun yang berguguran
dari pohon. Mereka pergi dan hanya akan meninggalakan sebuah memory yang telah kita
ciptakan sendiri jalan ceritanya.
Terutama materi. Harta, uang, kekayaan, jabatan, kesenangan
duniawi hanyalah sebuah elegi semu yang seringkali melenakan. Seolah kita
memiliki slogan “Hidup untuk Materi”. Kita lupa sedekah, lupa beribadah, lupa
diri dan parahnya lagi lupa hati. Materi juga menjadi pemicu utama tindakan
kejahatan. Orang berkelahi karena materi, orang bercerai karena materi, orang
saling mendengki karena materi. Padahal kenyataannya, materi hanya sesaat.
Tuhan tidak pernah memandang kita dari kacamata materi tetapi dari ibadah yang
kita jalankan. Keyakinan yang kita pegang dan keimanan yang kita tanam dalam diri
dan sanubari.
Mungkin Tuhan terlalu sayang. Tuhan terlampau bijaksana. Tuhan
menciptakan semua hal yang menggembirakan hati. Tuhan menitipkan apa yang
menjadi miliknya. Yaap. Semua hanya sebuah “Titipan”. Dan hanya menunggu
“waktu” hingga Tuhan mengambil “Titipan” itu.
_Mrs. Dy
0 komentar:
Posting Komentar