Renungan Sesi II : Life is Choice

Malam ini tertarik sekali membahas mengenai “Life is Choice”. Yap, Hidup adalah pilihan. Ini bukan hanya masalah apa yang dipilih, memilih atau terpilih. Tapi lebih kepada konteks bagimana seharusnya kita bersikap manakala dihadapkan pada suatu pilihan hidup yang turut menyemarakkan hidup kita.

Dari tema diatas, saya mengutip sebuah cerita yang ada kaitannya dengan “How to make a choice for life”. Mari di simak. J

Ada dua bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar, aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam di tanah ini dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku..”

Bibit itupun tumbuh, makin lama makin menjulang...

Bibit yang kedua bergumam, “Aku takut, jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu apa yang akan ku temui di bawah sana. Bukankah di sana sangat gelap? Dan jika ku teroboskan tunasku ke atas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba memakannya? Dan pasti jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak! Akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman..”

Bibit itupun menunggu dalam kesendirian. Ia tak pernah terlihat tumbuh ke permukaan tanah.

Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah itu, menemukan bibit yang kedua tadi dan mencaploknya segera. (anonim)

Dari cerita diatas, Apa yang dapat kita ambil hikmahnya? Well, semua orang bebas berpendapat. Kali ini, biar saya sendiri yang menanggapinya. Hehehhe

Pilihan dan Hidup menjadi penggalan kata yang akan saling terkait apa bila di satukan. “Pilihan Hidup”. Semua akan mengalaminya. Semua akan menghadapi masa dimana ia harus memilih satu diantara dua hal atau satu diantara banyak hal. Tentu hal tersebut akan memicu keraguan, kegelisahan, rasa takut atau kebimbangan-kebimbangan yang sebenarnya pikiran kita sendiri yang menciptakannya. Kita lebih cenderung sering memilih untuk menyerah dan menghindar dari sebuah pilihan. Sehingga kata yang keluar dari mulut kita mana kala dihadapkan pada sebuah pilihan: “Terserah saja”, “Aku ngikut deh”, dan yang paling kalem: “Kamu lebih tau mana yang terbaik”. 

Helllooooooooo... ini era Demokrasi. Dikasih kesempatan bersuara malah keasyikan nebeng suara. Gimana negara ini bisa maju (Nahloooo...) :D


Dari petikan kisah di atas, mari kita belajar menentukan mana yang terbaik untuk masa depan kita. Karena masa depan bukanlah tempat yang kita tuju, namun sebuah tempat yang kita ciptakan. Maka, bersiaplah untuk memilih mana yang menjadi keputusan kita untuk hidup yang lebih baik dengan sikap optimis, terencana dan bijaksana. 

_Mrs. Dy

0 komentar:

Posting Komentar


up