Masa remaja merupakan saat dimana seseorang
tengah mencari jati diri. Banyak cara yang ditempuh remaja untuk menunjukkan
jati dirinya. Hanya saja, ketika mengekspresikannya ada sebagian remaja yang
cenderung berlebihan. Hal inilah yang biasa disebut narsis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
disebutkan bahwa narsis adalah perasaan cinta terhadap diri
sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami
gejala ini disebut narsisis (narcissist), sedangkan perilakunya diisebut narsisme. Istilah ini berawal dari mitos Yunani yang mengisahkan
seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri, ia adalah Narkissos. Karena kecintaannya
pada diri sendiri ketika ia bercermin di kolam, tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya untuk meraih
bayangannya sendiri, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai
sekarang disebut bunga narsis. Karena itulah seseorang yang terlalu mengagumi dirinya secara berlebihan
seringkali disebut narsis.
Remaja
adalah sosok yang memiliki
kecenderungan untuk menunjukan perilaku narsisnya, misalnya dengan mengekspresikan diri lewat berbagai situs
jejaring sosial. Salah satunya Fata Hanifa, Mahasiswi Antropologi Universitas Gajah Mada
(UGM) Yogyakarta ini tidak menyadari bahwa dirinya narsis, melainkan istilah
tersebut ia dengar dari teman-temannya. “Aku sebenarnya tidak tahu narsis itu apa, tiba-tiba saja teman-teman bilang, `ih, Fata narsis banget!` “ ungkapnya ketika memajang
foto-foto dengan berbagai gaya
dan memuji diri sendiri. Sejak itu ia disebut sebagai orang yang narsis. “Kalau aku sih gak bermaksud narsis, cuma emang senang menunjukkan diri kepada
khalayak dengan caraku sendiri. Kan ada istilah cogito ergo sum, kita berpikir maka kita ada,” paparnya.
Syefira Galuh Chandra juga demikian.
Remaja yang tengah mengaji ilmu Bimbingan Konseling di Universitas Ahmad Dahlan
(UAD) Yogyakarta ini mengartikan narsis sebagai ekspresi diri. Menurutnya,
kepuasan akan muncul ketika dia melihat hasil ekspresi dirinya karena hasil
tersebut sangat berguna untuk kelanjutan karirnya kelak. “Foto-foto
narsis saya selalu saya kumpulkan karena hal
tersebut sangat berguna katika saya mengikuti casting yang notabene akan menunjang karier saya di dunia entertain, “ jelasnya.
Menurut gadis yang kerap dipanggil
Peppy ini,
narsis bisa diarahkan untuk
mengembangkan potensi dan menunjukkan eksistensi dirinya. Peppy yang telah
memenangkan berbagai festival teater ini menjelaskan, bahwa narsis sangat erat hubungannya
dengan prestasi. “Salah kalau orang
narsis itu dibilang gak tau malu. Kalau diasah dan diarahkan pasti bisa
menuju pada prestasi-prestasi yang
luar biasa,
misalnya model, artis, atau dunia hiburan lainnya,” ungkapnya.
Pendapat serupa di tuturkan oleh Eri
Pratiwi, Mahasiswi
Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Menurutnya narsis bisa
membuatnya menjadi lebih percaya diri dan ada kepuasan
tersendiri setelah mengekspresikan dirinya. “Aku nggak
setuju kalau ada orang mengatakan bahwa orang narsis itu nggak
tau malu, asal jangan kelewatan, nanti yang ada jadi lebay (berlebihan) dan nggak enak dilihat,”
ungkapnya.
Gangguan
Budayawan Bustan Basir Maras, melihat narsis
sekarang cenderung berlebihan dan tidak bertujuan. ”Saya agak pesimis kalau narsis bisa dijadikan sebagai
prestasi, karena tidak jelas
arahnya. Narsis
seharusnya dilakukan dengan penuh
kesadaran dan dengan tujuan
yang baik dan jelas,“ ujar
pengasuh KGI (Komunitas Gubuk Indonesia).
Sementara menurut psikolog Siti Hafsah,
seseorang yang memiliki kecendurungan narsis memiliki tingkat empati yang
rendah kepada oranglain. Dalam perpektif psikologi, narsis termasuk salah satu gangguan kepribadian. “Gangguan ini disebut narcissistic personality disorder
(gangguan kepribadian narsistik),” ungkap Hafsah.
Ia juga menegaskan bahwa orang narsis memiliki kecenderungan berperilaku negatif
karena selalu menganggap dirinya paling benar.
“Seseorang dikatakan narsis bila dia
terlalu mencintai dirinya sendiri dan enggan berempati kepada oranglain serta
ingin menunjukkan sifat inilah aku,” tambahnya.
Pada dasarnya seorang yang mengidap
gejala narsis ingin menutupi kekurangan pada dirinya dengan menampilkan kelebihan-kelebihan
pada dirinya saja. ”Narsis itu disebabkan karena perasaan tidak percaya diri
yang kemudian ia mencari-cari kelebihan untuk ditonjolkan.” Menurutnya, hadirnya media jejaring sosial
seperti facebook dan twitter
memberi kesempatan pada mereka untuk mengaktualisasikan kelebihan-kelebihan
itu. Selain itu juga karena faktor lingkungan. ”Mereka
ingin seperti yang mereka idolakan,” tambah Dekan
Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta ini.
Perilaku narsis dapat menghambat seseorang untuk maju, karena
ia meremehkan oranglain. Oleh karena itu, Siti Hafsah menyarankan agar selalu
mengingatkan teman yang mempunyai sifat narsis untuk berubah. “Bagaimana
seseorang bisa maju bila ia tidak mau mendengarkan pendapat oranglain, sebagai
teman kita harus senantiasa mengingatkan!,” ujar hafsah. ”Boleh saja narsis, asal diarahkan kedalam hal-hal yang positif yang membuat
kita bisa berkembang,” tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar