Penulis : Drara Novia D.A (Ketua PRO)
Pembicara : Masruchah (wakil ketua KOMNAS perempuan, Dr. Hj. Ema Marhumah. M. Pd. (PSW UIN SUKA), Hikamah Diniah (Aktifis Perempuan Yogyakarta).
Moderator : Siti Habibah Jazila (LkiS Perempuan Yogyakarta)
Berita Acara :
“Dalam Undang-Undang Dasar 1945 perempuan memiliki kuota 30% untuk terjun di dunia politik. Namun kenyataannya perempuan seringkali dinomor duakan. Banyak hal yang melatar belakangi statement tersebut, salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang masih menganggap wanita hanya mampu menyelesaikan urusan rumah tangga. Seharusnya perempuan juga mendapat hak untuk mendapat pendidikan politik seperti kaum lelaki,” demikian dipaparkan oleh Masruchah, Wakil Ketua Komnas Perempuan dalam Seminar Nasional bertajuk “ MENGGAGAS GERAKAN PEREMPUAN MASA DEPAN ”, kamis (22/12).
Acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum ini digelar dalam rangka Refleksi 22 Desember : Hari Ibu dan Hari Kebangkitan Perempuan Masa Depan. Acara yang diselenggarakan di gedung Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga ini menghadirkan para praktisi perempuan diantaranya Masruchah (Wakil Ketua Komnas Perempuan), Dr. Hj. Ema Marhumah ( PSW UIN SUKA) dan Hikamah Diniah (Aktifis Perempuan Yogyakarta).
Berbicara mengenai kuota 30% perempuan dalam dunia politik, Hikamah Diniah, Aktifis Perempuan Yogyakarta, menuturkan bahwa isi UUD tersebut masih belum bisa dilaksanakan. Fakta yang terjadi di masyarakat, perempuan masih sering mengalami diskriminasi dalam bidang politik, misalanya banyak perempuan yang masuk ke dunia politik karena mereka memiliki kerabat dekat di dalamnya. “ Perempuan yang tidak memiliki kerabat dekat dalam dunia politik sangat susah untuk menduduki jabatan sekalipun mereka mempunyai kapasitas yang baik,” ujar Hikamah.
Saat ini, banyak perempuan hanya ditempatkan di bagian belakang. Sedangkan dibagian strategis perempuan seringkali tidak dianggap dan cenderung dinomorduakan. Menurut Dr. Hj. Ema Marhumah, PSW UIN SUKA, banyak masyarakat yang masih memiliki maindset bahwa perempuan belum punya kapasitas yang berkualitas. Namun faktanya, dalam dunia politik banyak perempuan yang memiliki kapasitas yang baik dan tidak semua lelaki memiliki kapasitas yang baik. “ kapasitas bisa dimiliki oleh perempuan maupun lelaki. Hanya saja, dalam masyarakat perempuan dianggap memiliki kapasitas yang baik jika ia melebihi standar tertentu, seperti ia belum memiliki suami atau tidak memiliki anak”. Ujar Ema.
Menurut Fadilah, panitia acara Seminar Nasional, tujuan diselenggarakannya acara ini adalah sebagai wadah untuk menumbuhkan kesadaran mahasiswa dan mempersatukan persepsi akan kedudukan perempuan disegala aspek kehidupan terutama dalam dunia politik. “ Kami harap kedepannya mahasiswa sebagai agen of change memiliki spirit yang kuat dari para pejuang perempuan yang bergerak di bidang pendidikan maupun politik,” pungkasnya.
Penulis : Drara Novia D.A (Ketua PRO)
Acara yang berlangsung selama dua jam ini juga menghadirkan Yani Tri Wijayanti, dosen Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga. Dalam prakteknya, dosen yang sekaligus pembimbing PRO ini turut berpartisipasi aktif dalam memutuskan program kerja yang akan dilaksanakan setiap divisi. Ia berharap rancangan kegiatan yang telah dibentuk dapat direalisasikan sehingga dapat mengangkat citra positif prodi Ilmu Komunikasi.”Saya akan membantu semampu saya,” tuturnya.
(Drara Novia_Ketua PRO)
Oleh : Drara Novia D.A *)
Pers mahasiswa atau biasa disebut pers kampus dewasa ini sudah mulai menjamur di setiap Perguruan Tinggi. Banyak faktor yang mendasari munculnya pers kampus, diantaranya adalah keinginan mahasiswa untuk membentuk sebuah wadah dalam mengembangkan minat dan bakatnya didunia jurnalistik. Hal tersebut dibenarkan oleh Robeth Is Lukmandar, mahasiswa Universitas Setia Budi (USB), Surakarta yang saat ini aktif didunia pers kampus. Robeth mengaku, pengalamannya membentuk sebuah wadah pers kampus tidaklah mudah. Butuh proses untuk menjadikan pers kampus menjadi wadah organisasi yang diakui Universitasnya. Salah satunya dengan membuktikan karya-karyanya dibidang jurnalistik. “ Semua butuh perjuangan, ketika ada minat pasti ada jalan,” ujar mahasiswa yang mengambil jurusan psikologi ini.
Selain minat dan bakat, faktor lain yang mendukung eksistensi pers kampus adalah dana dan konsistensi. Seperti dituturkan Vladimir Langgeng Widodo, wartawan Suara Merdeka Semarang. Menurut Widodo, Tanpa dana dari pihak Universitas roda pergerakan pers kampus akan melemah. Begitupula jika konsistensi mahasiswa rendah, meskipun dikucuri dana yang besar dari Universitas pergerakan pers kampus tidak akan berjalan. " Dana dan Konsistensi akan saling melengkapi. Jika kedua penopang itu ada maka dunia pers kampus dapat bertahan," Ujar Widodo dalam Workshop Junalistik yang diselenggarakan di Universitas Setia Budi (USB), senin (21/11).
Dalam prakteknya, seorang anggota pers mahasiswa harus memiliki kredibilitas dalam meliput maupun mengemas berita. " Kredibilitas merupakan aset utama bagi seorang jurnalis dan akurasi merupakan cara terbaik untuk membimbingnya," demikian disampaikan oleh Sri Mulyadi, wartawan senior Suara Merdeka Semarang yang juga menjadi pembicara dalam workshop bertajuk "AKTUALISASI PERS AKADEMIA".
“Kredibilitas merupakan faktor yang harus selalu diperhatikan dalam dunia pers. Karena dengan adanya kredibilitas pers kampus, nantinya informasi yang diperoleh dapat dipercaya oleh publik dan dipertanggungjawabkan nilai-nilai kebenarannya,” tambah Mulyadi.
Kredibilitas dalam meliput dapat terlihat dari cara seorang wartawan melakukan reportase dengan respondennya. Sikap tidak menggurui dan menumbuhkan kepercayaan responden kepada wartawan merupakan salah satu bentuk aplikasinya. Sedangkan kredibilitas mengemas berita dapat dicontohkan dari sistem keredaksian surat kabar. Dalam proses kerjanya, setelah wartawan melakukan peliputan dan menyusunnya menjadi sebuah berita, selanjutnya berita diserahkan kepada redaktur untuk dilakukan pengecekan hasil liputan. Pengecekan tersebut mulai dari fakta hingga sumber berita. Proses inilah yang mencerminkan adanya kredibilitas pers dalam mengemas berita, yaitu adanya penyaringan berita oleh redaktur yang selalu melakukan pemeriksaan terhadap fakta dan isi berita.
Melihat perkembangan pers kampus yang kian melesat, pers kampus memiliki peluang yang dapat terus digali agar dapat mengalahkan media pers umum. Dengan diimbangi oleh jurnalisme kampus yang memiliki kredibilitas tinggi, konsistensi terhadap pekerjaannya dan minat untuk terus belajar di dunia jurnalistik, maka pers kampus bisa menjadi media perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
*) Penulis, Drara Novia D.A
Mahasiswi Ilmu Komunikasi, FISHUM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Acara yang berlangsung selama tiga jam ini menghadirkan wartawan senior Suara Merdeka yakni Sri Mulyadi dan Vladimir Langgeng Sri Widodo. menurut Sri Widodo, dalam dunia pers ada dua hal yang menjadi tiang penggerak yaitu dana dan konsistensi sumber daya manusia. "jika kedua tiang itu ada maka dunia pers dapat bertahan," paparnya.
Sebagai penutup, mulyadi menambahkan perlunya kesadaran pelajar untuk mengadakan acara serupa. Karena selain menambah ilmu pengetahuan di bidang media, para pelajar juga dapat terus mengembangkan bakat dan minatnya didunia Jurnalis. " yang terpenting bagaimana implementasinya, bukan sekedar datang, duduk dan mendengarkan," pungkasnya.
By : Drara Novia D.A (IKOM'09)
Oleh : Drara Novia D.A *)
Yogyakarta_Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober tahun lalu menyisakan duka bagi warga Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Erupsi yang berlangsung mulai pukul 17.02 WIB dengan semburan awan panas dan material vulkanik menerjang lereng Merapi sisi barat dan selatan meluluh lantakan sebagian rumah di Dusun Kinahrejo. Juru kunci Gunung Merapi yang kerap dipanggil Mbah Maridjan turut menjadi korban bersama dengan Tutur Priyanto (relawan PMI) dan Yuniawan Wahyu Nugraha (wartawan Vivanews).
Menurut penuturan Paino, warga dusun Panguk, saat itu keluarga Mbah Maridjan sudah membujuknya untuk ikut turun ke barak pengungsian. Namun Mbah Maridjan menolak dan menyuruh keluarganya mengungsi terlebih dahulu termasuk istri Beliau, “ Sampun garise mbak, kabeh kersane Gusti Alloh, menungso mboten saged nglampahi (sudah takdirnya mbak, semua kehendak Alloh, manusia tidak bisa mendahului-red),” ujarnya.
Saat ini, warga dusun Kinahreja dan sekitarnya masih tinggal di shelter (hunian sementara) yang dibangun oleh pemerintah. Setiap shelter berukuran 28 meter persegi (m2) atau 4 x 7 m dan berisikan lima ruang utama yaitu : satu ruang tamu, dua buah kamar, satu dapur dan satu kamar mandi. Markisah, salah satu penghuni shelter yang berasal dari dusun Panguk mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian mengenai kapan warga bisa kembali ke dusun Panguk. “kulo pun pengin wangsul teng inggil malih, pengin ningali umah kulo ingkang rusak kenging erupsi Merapi (saya sudah ingin kembali ke atas lagi, saya ingin melihat rumah saya yang rusak akibat erupsi Merapi-red),” ujarnya. Disinggung soal biaya hidup, Markisah mengaku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, suaminya menjadi tukang ojek yang setiap harinya harus naik ke lokasi erupsi Merapi untuk mengantar Wisatawan yang ingin melihat kondisi Merapi saat ini. “Bapak dados ojek sekalian pituduh arah kangge Wisatawan ingkang pengin ningali kahanan Merapi saiki. Sedintene kadang entuk Rp. 20.000,00 nanging kadang mboten entuk opo-opo (Suami saya jadi ojek sekaligus jadi petunjuk arah ‘guide' bagi Wisatawan yang ingin melihat kondisi Merapi. Setiap harinya kadang dapat Rp. 20.000,00 namun kadang tidak dapat apa-apa-red),” tandasnya.
Hal serupa dialami oleh Harto Jinten (75 tahun), warga dusun Pelem Sari Kinahrejo. Wanita yang sudah hampir satu tahun tinggal di shelter dusun Kinahrejo ini sangat berharap dapat kembali ke ke rumahnya. Namun apa daya, wanita yang hanya tinggal seorang diri di shelter yang ditempatinya ini hanya bisa menunggu sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. “Kulo nggih pengin wangsul, teng mriki mboten gadah pedamelan (saya ingin pulang, disini tidak punya pekerjaan-red),” ungkapnya. Setiap harinya Harto mengurus 20 ekor ayam pemberian dari pemerintah untuk mengisi waktu luangnya. Menurut penuturannya, ayam-ayam tersebut diberikan oleh Pemerintah kepada setiap Keluarga di shelter Kinahrejo ketika ayam-ayam tersebut berumur empat hari. “pedamelan kulo nggih amung niki (pekerjaan saya ya hanya ini-red),” ujarnya
Harto berharap perbaikan infrastruktur Dusun Kinahrejo masih akan terus dilakukan Pemerintah dan menghimbau agar Pemerintah segera menepati janjinya untuk membangun kembali rumah-rumah warga yang menjadi korban merapi. Bagimana tindakan nyata pemerintah?. Wallahualam.
*) Mahasiswi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Bilakah kuncup akan berbunga..
Berharap ia akan tepat pada waktunya..
Bukan saat ini..
Ketika hati masih meragu, fikiran masih terpecah..
waktu masih tak sampai..
Bilakah kuncup akan berbunga..
Berharap aku dapat Menikmati keindahan bunga itu..
Bukan seperti ini..
Ketika aku memaksakan kuncup untuk berbunga..
Yang ada hanya hanya kepalsuan..
Bilakah kuncup akan berbunga..
Berharap bunga itu terus tumbuh dari waktu ke waktu..
Dan menjadi bunga keabadian yang kupersembahkan untuk dirimu..
By_Drara Novia D.A
Bersahabat dengan kegelapan
Tanpa Cahaya, meraba
Melangkah dengan tongkatnya...
Bersahabat dengan keheningan
Tanpa suara, membisu
Berkata dengan bahasa isyaratnya...
Itulah Mereka...
Bersahabat dengan kursi roda
Tanpa mengeluh, meratap
Tetap tegar menjalani kehidupannya...
Ku tuliskan syair ini atas rasa banggaku pada kalian...
Makhluk Tuhan yang sangat luar biasa...
Meski tak sempurna, tetap bertahan dengan semarak semangatnya!!
Untuk sahabat-sahabat difable ku, jangan pernah menyerah...
Kalian inspirasi hidupku...
thanks alot_*
By :
Drara Novia D.A (08 Oktober 2011)
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ilmu komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menyelenggarakan rangkaian acara “pekom kusuka”. Acara akan dilaksanakan selama empat hari (03-06/10) dengan rangkaian acara yaitu : Seminar CSR (Corporate Social Responsibility), Donor darah, Pameran Advertising dan Seminar Advertising. Acara ini diselenggarakan dalam rangka mengadakan kegiatan rutin tahunan mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga dan mempublikasikannya dengan kegiatan-kegiatan sosial yang kreatif. Rangkaian acara akan dilaksanakan di ruang interaktif center Fakultas Ilmu Sosial Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga.
Acara pertama (03/10) dibuka oleh Drs. Bono Setyo M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga yang dilanjutkan dengan Seminar CSR bertajuk “Mengenal CSR dalam Tugas Fungsi Sosial Masyarakat”. Acara ini menghadirkan narasumber Risma Kusumanendra, praktisi dari kapilawastu dan Wahyu Choiriyah, M.Si., Dosen Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta. Menurut Wahyu, belajar CSR bagi calon-calon Public Relation sangat diperlukan, karena dengan mengenal lebih dalam program CSR akan semakin menambah pengalaman dan pengetahuan tentang dunia Public Relation. “ saya harap CSR bukan lagi sekedar wacana belaka, namun aplikasinya dapat dilaksanakan dan dirasakan oleh semua kalangan, baik stakeholders maupun masyarakatnya” ujarnya.
By : Drara Novia D.A (Mahasiswi Ilmu Komunikasi’09 UIN-Suka)
Dalam UUD 1945 pasal 31 (1) tentang pendidikan dan kebudayaan juga ditekankan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah harus menghapus sekat yang selama ini menjadi penghalang antara difabel dengan anak-anak lainnya (normal), agar pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi dapat diterapkan disetiap lembaga pendidikan. Hak pendidikan bagi difabel adalah sama dengan hak pendidikan orang kebanyakan, mereka berhak bersekolah di sekolah-sekolah favorit, dan berhak mendapatkan aksesibilitas yang layak disekolah tempat mereka berada, baik dalam bentuk fasilitas bangunan gedung maupun lingkungan yang mendukung aksesibilitas sistem pendidikan .
Semua peserta didik termasuk difabel juga berhak memperoleh sistem pendidikan yang adil. Adil disini diartikan sebagai sebuah sistem yang mampu mengakomodasi kebutuhan semua pesert didik. Namun kanyataan di lapangan justru menunjukkan bahwa sistem pendidikan belum memenuhi standard keadilan. Pendidikan lebih bersifat elitis dan eksklusif serta lebih mementingkan kaum borjuis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari tidak meratanya pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Oleh karena itu, semua lembaga pendidikan harus menciptakan lingkungan inklusif bagi anak didik melalui sistem pendidikan inklusi. Sistem ini dapat diartikan sebagai pelayanan pendidikan secara terbuka yang diterapkan di semua lembaga pendidikan kepada anak didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar belakang etnik/suku, kondisi social, kemampuan ekonomi, politik keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin maupun agama/kepercayaan. Selain itu, sistem pendidikan inklusi juga menempatkan anak-anak didik yang berkebutuhan khusus (ABK) bersama dengan siswa normal, agar potensi dan bakat mereka dapat berkembang dan terasah secara optimal.
Sekolah harusnya menjadi tempat di mana setiap anak didik merasa dimiliki, dan diterima oleh seluruh pihak sekolah, serta memandang perbedaan menjadi sebuah keindahan yang dapat saling melengkapi dan memberikan dukungan. Adapun manfaat dari diselenggarakannya pendidikan inklusi adalah mengenalkan keragaman dan menjadikan dunia pendidikan kaya akan keragaman. Serta akan menimbulkan rasa empati dan solidaritas dikalangan peserta didik. bagi diffabel sendiri dengan pendidikan inklusif maka mereka akan belajar tentang persamaan kesempatan dan persamaan hak pendidikan. Untuk itu, pemerintah serta penyelenggara pendidikan seyogyanya segera membentuk sebuah wadah pendidikan yang inklusif bagi semua peserta didik.
by :
Drara Novia D.A
Akan ku bingkai senyummu dengan sisa waktu yang ku punya..
Akan ku rekam dalam memori ku semua cerita tentang dirimu..
Tentang kamu..
Kau semangatku..Kau yang membuatku berarti ditengah kerapuhanku..
Kau bintangku.. Bintang yang selalu terang dihatiku..
Apakah aku mampu berdiri tanpamu??apakah kau akan pergi??
Aku bahkan sudah berusaha tegar dihadapanmu...
Aku berusah menata hati dan menebar senyum untuk semangatmu..
Aku mohon...
Jangan pergi...
Semangat ini ada karna mu..
Tetaplah disini..tetaplah disampingku..
Kau harus kuat..Kau harus bertahan melawan sakit itu..
Aku mencintaimu..bahkan terlalu mencintaimu...
Aku tak ingin kau pergi..
Aku tak mau sendiri...
Sungguh!!
Wanita itu terus berjalan menaiki tangga yang menghubungkan pasar Bringharjo lantai satu, dua dan lantai tiga. Di punggungnya terdapat setumpuk barang belanjaan yang dibungkus dengan selendang lusuh dan Ia topang dengan kedua tangannya. “Pemandangan yang miris” Itulah yang terlihat dari guratan wajah para buruh gendong di pasar Bringharjo.
Ibu Rubiem. Dia adalah seorang wanita berumur 66 tahun yang berasal dari Kulon Progo. Sudah hampir 35 tahun ini Dia berprofesi sebagai buruh gendong di pasar Bringharjo. Sebelum menjadi buruh gendong, wanita yang telah dikaruniai dua orang anak dan dua orang cucu ini pernah bekerja sebagai tani sewa bersama suaminya di Kulon Progo. Dia menggarap sawah milik majikannya. Namun karena pekerjaan tersebut tidak mampu mengangkat perekonomian keluarganya, Ibu Rubiem memilih untuk pergi ke kota Yogjakarta dan menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo
Bu Rubiem mengaku, alasannya memilih berprofesi sebagai buruh gendong karena saat itu Dia tidak mempunyai modal apapun untuk berdagang atau berprofesi lainnya. Bu Rubiem hanya mampu menjual jasa dan tenaganya untuk membantu mengangkut barang belanjaan orang-orang yang berbelanja di pasar Bringharjo.” Cuma ini yang bisa Saya kerjakan mbak” tuturnya ketika ditanya hal tersebut.
Wanita itu begitu renta. Namun semangatnya untuk tetap bekerja masih tetap membara. Meski penghasilan dari Ia menjadi buruh gendong di Pasar Bringharjo tidaklah seberapa, namun Dia seolah telah terbiasa dengan pekerjaan mulia itu. Setiap harinya Bu Rubiem bekerja mulai pukul 09.00-16.00. Sekali gendong Bu Rubiem hanya mendapat uang Rp.1.000,00 - Rp.2.000,00. Bahkan terkadang Bu Rubiem hanya diberi Rp. 500,00 oleh orang yang menyuruh membawakan belanjaannya. Bu Rubiem tidak berani mematok harga atas tenaga yang Ia keluarkan. Dia khawatir jika Ia mematok harga, jasanya tidak akan digunakan lagi oleh para konsumen yang berbelanja di sana. Kini, untuk mendapatkan uang Rp. 20.000,00 Bu Rubiem harus bisa menggendong 50 kg perharinya.
Tiga puluh tahun yang lalu, ketika pasar Bringharjo masih merupakan pasar tradisional yang hanya berupa bangunan satu lantai, tenaga Bu Rubiem sangat ramai dibutuhkan oleh masyarakat yang berbelanja di pasar Bringharjo. Penghasilanya bisa mencapai Rp.5.000,00 hingga Rp. 10.000,00 perhari (tempo dulu). Sehingga Bu Rubiem setiap harinya dapat pulang pergi Kulon Progo-Jogja dengan menggunakan angkutan umum. Namun sekarang, setelah pasar Bringharjo mengalami perkembangan dan dibangun menjadi tiga lantai, pasar Bringharjo menjadi sepi pengunjung. Terutama di pasar bagian belakang tempat Ibu Rubiem menjual jasanya. Penghasilannya merosot tajam. Kini Dia hanya bisa mendapatkan uang Rp. 25.000,00 perharinya. Sehingga Bu Rubiem hanya mampu pulang satu bulan sekali sampai tabungannya benar-benar cukup untuk pulang pergi dan membantu perekonomian keluarganya di rumah.
Selain Bu Rubiem, masih banyak orang-orang yang memiliki nasib serupa dengannya yaitu menjadi Buruh Gendong di pasar Bringharjo. Meskipun banyak para pelaku buruh gendong di pasar Bringharjo, namun mereka tidak pernah saling berebut ketika ada konsumen pasar Bringharjo yang ingin memanfaatkan jasa salah satu dari buruh gendong ini. Rasa legowo dan tenggang rasa sangat terlihat dari sekumpulan buruh gendong di pasar Bringharjo ini. Mereka mampu mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan baik.
Setiap hari jum’at legi, para buruh gendong ini berkumpul di masjid Muttaqien yang letaknya di selatan pasar Bringharjo, untuk sekedar berkumpul atau melakukan kegiatan simpan pinjam. Kegiatan ini sangat membantu perekonomian para buruh gendong. Dengan bunga yang relative murah, para buruh gendong ini memanfaatkan kegiatan simpan pinjam untuk memperbaiki perekonomian hidup dan keluarganya.
Begitupun dengan Bu Rubiem. Bu Rubiem memanfaatkan kegiatan simpan pinjam tersebut untuk modal dagang salah satu anaknya di pasar Bringharjo. “ Hanya warung kecil-kecilan mbak, tapi Saya berharap warung itu dapat mencukupi kebutuhan anak Saya dan keluarganya” ungkapnya sambil tersenyum tipis.
Ibu Rubiem merupakan sosok yang sudah seharusnya kita teladani. Dengan kondisi perokonomian yang serba terbatas, Ia tetap bertahan dan terus menikmati pekerjaannya. Usia yang renta dengan tubuh yang tak lagi tegak tidak mematahkan semangatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Dia layak menjadi Wonder Woman atas pekerjaannya.
by:
Drara Novia D.A